Iklan Multipleks Baru

Sunday, February 20, 2022

Ta’lim dan Tarbiyah Satu Koin Dua Wajah




**

“Hendaklah perjalan hidupmu (pendidik) bersama murid-muridmu dengan lurus dan pertengahan. Tidak berlebih-lebihan dan tidak berkurang-kurangan. Beri mereka pengajaran menurut kepantasan penerimaan mereka. Jangan dibiarkan mereka merendahkan derajat ilmu, supaya jangan pula rendah derajatmu sendiri. Dan jangan menunjukkan sembarang ilmu atau adab, kalau tidak pada tempat dan waktunya, supaya jangan menjemukan.”
[Prof. Dr. Hamka]

**

 

Abdul Malik (yang kelak dikenal dengan HAMKA) lahir di Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat pada 17 Februari 1908. Sebagai putra Haji Abdul Karim Amrullah, ulama besar dan salah seorang pelopor gerakan tajdid di Minangkabau, Abdul Malik kental dengan didikan agama yang ditimbanya di Sumatera Thawalib (sekolah beraliran pembaruan yang didirikan san Ayah) dan dari para kiai di surau atau masjid (aliran tradisional).

 

Di kemudian hari beliau dikenal sebagai salah satu intelektual dan aktivis Islam yang sangat disegani pada masanya, karena kemampuan retorikanya yang tiada bandingan. Ia juga pujangga yang menelurkan berbagai karya kesusastraan bernilai tinggi. Ketajaman pikiran dan keteguhan serta konsistensi beliau dalam memperjuangkan dan menjalankan prinsip, baik dalam dunia pendidikan, politik, maupun kesehariannya, kerap harus ditebus dengan berkali-kali pengunduran diri dari jabatannya, bahkan sampai di Penjara. Namun, ketajaman pemikiran beliau pulalah yang melahirkan serngkaian pengakuan akademis formal dari luar dan dalam negeri (gelar professor dari Universitas Mustopo, Doctor Honoris Kebangsaan Malaysia, 1974) maupun informal dnegan masih dibaca, dikaji, dan dijadikannya berbagai karya beliau sebagai sumber inspirasi dalam memahami dimensi-dimensi keislaman.

 

Buku ini adalah sebuah sumbangsih yang menghadirkan sosok pendidik dan pemerhati dunia pendidikan. Buya Hamka, demikian beliau akrab disapa. Dalam berbagai pemikirannya tentang pendidikan ideal, serta pergulatannya dalam mengharmonisasi serta memperbarui sistem pendidikan Islam traditional, mengharuskannya merancang sistem pendidikan integral yang menggali segenap potensi peserta didik dan menggantikannya menjadi sosok insan kamil.

 

Dalam batasan Hamka tentang makna pendidikan Islam dan Fitrah pesera didik.

Hamka berpusat fokus pada 2 poin penting. Kedua istilah itu adalah; ta’lim dan Tarbiyah.

 

Dimana pengertian ta’lim adalah proses pentransferan seperangkat pengetahuan yang dianugerahkan Allah kepada manusia (Adam). Dengan kekuatan yang dimilikinya, baik kekuatan pancaindra maupun akal, manusia dituntut untuk menguasai materi yang ditransfer. Kekuatan tersebut berkembang secara bertahap dari yang sederhana ke arah yang lebih baik. Hamka memahami kata ta'lim sebagai proses pendidikan dan bukan pada hakikat pendidikan. Padahal wacana pendidikan Islam bukan bukan hanya sebatas proses, akan tetapi meliputi bentuk materi berikut nilai yang tercakup di dalamnya. Dari berabagi aspek penekanan yang diinginkan, pendidik, peserta didik, lingkungan di mana pendidikan dilaksanakan, dan tujuan yang ingin di capai semuanya menjadi peting dalam pola pendidikan Islam.

 

Sedangkan kata tarbiyah memiliki arti mengasuh, bertanggungjawab, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membesarkan, menumbuhkan, memproduksi, dan menjinakkannya, baik yang mencakup aspek jasmniah maupun rohaniah. Penekanan dalam memahami makna “memelihara” dalam kata tarbiyah sebagai “Perbuatan pemeliharaan yang dilakukan kedua orang tua terhadap anaknya. Proses ini dilakukan dengan sabar dan penuh kasih sayang, guna membantu anak dari ketidak berdayaannya sampai ia mampu mandiri, baik secara fisik, maupun psikis.”

 

Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa dalam memosisikan pendidikan sebagai proses, HAMKA cenderung menggunakan kata ta’lim. Sementara dalam melihat pendidikan sebagai transmisi nilai dan misi tertentu, ia kelihatannya lebih cenderung menggunakan kata tarbiyah. Pendekatan yang dilakukan kelihatannya sebagai upaya mengintegralkan makna kedua kata tersebut dalam sebuah kerangka berpikir yang harmonis.

 

Namun bila ditinjau dari sudut terminologi, HAMKA membedakan makna pendidikan dan pengajaran. Menurutnya, pendidikan Islam merupakan “serangkaian upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu membentuk watak, budi, akhlak, dan kepribadian peserta didik, sehingga ia tahu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.” Sementara pengajran Islam adalah “upaya untuk mengisi intelektual peserta didik dengan sejumlah ilmu pengetahuan.”

 

Dalam mendefenisiskan pendidikan dan pengajaran, ia hanya membedakan makna pengajaran dan pendidikan pada pengertian kata. Akan tetapi secara esensial ia tidak membedakannya. Kedua kata tersebut merupakan suatu sistem yang saling bekelindan. Setiap proses pendidikan, di dalamnya terdapat proses pengajaran. Keduanya saling melengkapi antara satu dengan yang lain, dalam rangka mencapai  tujuan yang sama. 

 

Tujuan dan misi pendidikan akan tercapai melalui proses pengajaran. Demikian pula sebaliknya, proses pengajaran tidak akan banyak bararti bila tidak dibarengi dengan proses pendidikan. Dengan pertautan kedua proses ini, manusia akan memperoleh kemuliaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Bila dilihat dari dataran filsafat, batasan definisi pendidikan Islam yang dikemukakannya dapat dipandang sebagai ontologi pendidikan Islam.

 

Dengan bekal dan modal ilmu pengetahuan yang didalami dan dikuasainya, Hamka menjadi penulis produktif yang pernah dimiliki Indonesia. Ia telah menulis puluhan buku, novel, cerpen, artikel, maupun tafsir Al-Qur’an. Salah satu karya monumentalnya adalah Tafsir al-Azhar, yang dia tulis semasa dipenjarakan oleh Presiden Soekarno. Pemikiran-pemikirannya dalam berbagai bidang dapat diketahui, dikaji, dan dipahami melalui berbagai buku karya yang ditulisnya.

 

Dan buku ini adalah salah satunya buku terbaik yang perlu dibaca oleh kita semua, agar kaya khazanah keilmuan kita, dengan penjelasan Prof. Samsul Nizar, maka kitapun tercerahkan akan banyak ulasan konsep dan teori di dalam buku ini, guna sebagai wawasan dan kelak menjadi amalan yang dapat diterapkan dalam lingkungan, terkhusus pendidikan.

 

Buku ini sangat cocok bagi guru, dosen, mahasiswa dan santri pesantren, guna penambahan perbendaharaan kata, teori, konsep, dan istilah serta pemahaman. Akhir kata, semoga terinspirasi dan selamat membaca J

 

 

 

**

Judul Buku      : Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran HAMKA tentang Pendidikan Islam

Penulis              : Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag

Penerbit          : Kencana Prenada Media Group, Jakarta

Cetakan           : Pertama, Februari 2008 M

Tebal               : xx + 262 hlm; 23 cm

ISBN                : 978-979-1486-13-2

Genre              : Pemikiran Pendidikan

Harga              : Rp. -

Resensator      : Irwan Haryono S., S.Fil.I

**

 

 

0 comments :

Post a Comment

Terima kasih telah mengunjungi dan berkomentar bijak di situs ini.

Dalam Feed

Dalam Artikel Baru

Display


*PENGALAMAN NYANTRI: Menikmati Setiap Detik Proses Kelak Menjadi Pengalaman Beresensi