Pada umumnya peringatan tahun baru Hijriah selalu di rayakan dengan berbagai macam kegiatan, baik berupa perayaan besar-besaran ataupun kecil-kecilan. Dalam lembaga biasanya diperingati dengan upacara civitas lembaga, bisa juga dengan parade baris berbaris, ada juga dengan pawai keliling. Dalam peringatan lainnya, secara umum diadakan pameran artefak hijrah rasul, perlombaan keagamaan, dan lomba-lomba lainnya untuk memeriahkan hari tersebut, namun kali ini bukan itu yang saya maksudkan, lebih kepada semangat perubahan menjadi lebih baik, itulah titik fokus coretan ini.
Berawal dari do’a Kyai Hasan Abdullah Sahal (Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor) yang selalu menyelipkan bait do’a indah ketika memimpin do’a. “Ya Allah jadikanlah kami umatmu yang baik dan perbaikilah umat kami. Jadikanlah kami rakyat yang baik dan perbikilah rakyat kami. Berikanlah kami pemimpin yang baik dan perbaikiah pemimpin-pemimpin kami. Jadikanlah guru-guru Kami guru-guru yang baik dan perbaikilah guru-guru kami. Jadikanlah anak-anak kami anak-anak yang baik dan perbaikilah anak-anak kami. Jadikanlah wali santri kami baik dan perbaikilah wali santri kami” Petikan do’a yang sungguh 5 tahun lamanya tidak saya dengarkan lagi, kali ini serasa beliau ada di sini, saat salah seorang ustadz di pesantren menyelipkan bait tersebut dalam do’anya usai upacara peringatan 1 Muharram 1441 H.
Yang menarik disini, yang membuat saya sadar adalah ‘matan’ (baca: Isi) dari do’a tersebut, sangat sederhana, kita meminta agar supaya ditetapkan Allah menjadi umat yang baik, pribadi yang baik dan insan yang baik,
Bagaimanakah baik itu sebenarnya?
Setelah pertanyaan ini saya layangkan mungkin setiap kita memiliki defenisi sendiri seputar kata baik. Namun dalam kaca mata saya pribadi, baik adalah ketika kita selalu ada untuk membantu orang lain dengan Penuh keikhlasan dan kesadaran tanpa harap kembali, baik itu balasan maupun ucapan terima kasih, itulah baik menurut saya.
Berbeda pendapat saya, berbeda juga baik jika dilihat dari sudut pandang pesantren yang mengartikan orang baik adalah orang yang siap terjun ke plosok-plosok negeri, mengajarkan ilmu-ilmu agama, walau satu huruf, walau satu bait, di surau-surau terpencil, di masjid-masjid terpencil, itulah orang baik menurut pesantren sejauh yang saya tahu.
Namun pada intinya bagiku menjadi baik itu adalah upaya besar seseorang agar dapat menaiki tangga kehidupan menjadi “insan kamil” (manusia yang sempurna). Jalannya tidak mudah, upayanya juga cukup sulit, tapi selama ada keyakinan kuat lillah semoga ‘insan kamil’ bukan hanya sekedar cita-cita semata, namun dapat menjadi hal nyata pada akhirnya.
Menarik ketika mengenang samar-samar guru dulu pernah berpesan bahwa menjadi sosok manusia sempurna itu tidak mudah, banyak rintangan dan cobaan, ada yang taat Ibadah namun sombong dengan ibadahnya, mengira bahwa dengan ibadahnya itu ia bisa masuk syurga, ujung-ujungnya ibadahnya sia-sia. Oleh sebab itu, boleh jadi di dunia seseorang diangkat begitu sangat mulia namun di akhirat di anggap biasa saja, nauzubillah bila sampai di anggap hina, namun bisa jadi juga kebalikannya, di dunia di pandang hina namun di akhirat begitu sangat mulia bahkan namanya selalu di sebut-sebut oleh seluruh penduduk syurga, wallahu ‘aalam.
Sebagai penutup dari catatan ini, tidak ada harapan diri yang penuh dengan dosa ini selain dari pada perlindungan Allah swt di hari yang tak mampu seorangpun menolong orang lain selain atas izin Allah swt,. Kepada Allahlah saya memohon pertolongan, kepada Allah lah saya memohon ampunan.
Allahumma sholli wasallim ‘alaa sayyidina Muhammad wa ‘ala ali Muhammad,
Innallaha wa malaa ikatahuu yusolluuna ‘alannabie ya Ayyuhal ladziina Aamanuu, shollu ‘alaihi, wasallimu taslima,
Wallau musta’aan.