Menurut pesantren, liburan adalah bagian dari kegiatan santri dan santriwati pesantren, maka dari itu sebelum kegiatan eksternal ini digelar yang langsung dipantau oleh orang tuanya di rumah; perlu kiranya 'dipeketi' (diberi bekal) bagaimana santri mesti bertingkah pola, bagaimana tatakrama berbicara, unggah-ungguh di depan yang lebih tua, cara berpakaian ketika di rumah dan di luar rumah, sopan santun dalam bertamu, sampai kepada menjaga keistiqomahan dalam beribadah terutama shalat 5 waktu adalah hal prioritas yang harus tetap dilaksanakan, dengan banyak pertimbangan tersebutlah maka etiket ini diadakan. Dan oleh karena itu juga tulisan esensi dari etiket sebelum perpulangan santri ini dibuat, agar santri tidak salah paham, akan maksud dan tujuan diadakannya etiket sebelum perpulangan ini bagi mereka.
Melihat dari istilahnya, kiranya istilah etiket perlu didudukkan kembali agar benar-benar se-visi dan se-arti dalam memahami maksuda dan tujuan dari kata tersebut.
Pertama, Apa sebenarnya etiket itu?
Ketika kami berselancar di dunia maya, jika yang dicari adalah etiket, maka KBBI Online memiliki 2 (dua) arti, untuk arti pertama etiket adalah /eti·ket/ /étikét/ n carik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang (dagangan) yang memuat keterangan (misalnya nama, sifat, isi, asal) mengenai barang tersebut. (Klik di sini)
Sedangkan etiket diartikan KBBI online dalam arti kedua adalah /eti·ket/ /étikét/ n tata cara (adat sopan santun, dan sebagainya) dalam masyarakat beradab dalam memelihara hubungan baik antara sesama manusianya. (Klik di sini)
Dari kedua arti di atas, maka arti yang lebih mendekati dari penjelasan artikel ini adalah pada arti etiket yang kedua. Etiket yang dimaksudkan ialah makna lebih mendalam dari etika.
Dalam kamus filsafat, kata etiket tidak ditemukan secara leterlek (Belanda: ‘Letterlijk’) (Baca: secara harfiah), namun esensinya ada, yaitu etika. Maka lebih dalam dalam lagi mengenai etika, menurut Lorens Bagus dalam kamusnya bahwa etika jika dirujuk dalam arti Yunani ‘ethikos’, ‘ethos’ (adat, kebiasaan, praktek). Arti ini kemudian digunakan Aristoteles mencakup ide “karakter” dan “disposisi” (kecondongan).
Dari beberapa arti yang dimaksudkan di atas, maka yang penulis ingin sampaikan bahwa: Etiket di sini adalah maklumat, nasehat, imbauan, arahan, dan pengingat bagi seluruh santri dan santriwati tentang karakter yang harus mereka tunjukkan di masyarakatnya ketika liburan, apa saja kegiatan yang harus tetap dijaga selama berlibur dari pesantren, sampai bagaimana orang-orang akan menganggapnya.
Untuk ini, ada artikel penulis yang bisa dibaca pada link berikut: Liburan Telah Tiba Hati-Hati di Jalan Ya Nak; Sampaikan Salam Kami Kepada Orang Tuamu.
Perihal ahwal sudah 'diwanti-wanti' oleh guru kepada mereka, dengan harapan anak didiknya siap untuk menjadi generasi yang siap menjalani hari-harinya tetap dalam kawasan pemahaman bahwa apa yang dilihat, didengar dan dirasakan dan dilaksanakan adalah pendidikan.
Kedua, Siapa yang ingin dibentuk karakternya?
Dalam hal ini santri dan santriwati adalah objek terpenting dalam penanaman etika tersebut. Ada banyak hal yang perlu diingatkan untuk mereka. Hal ini yang mendasari mengapa selalu dijaga kualitas karakternya, harapannya merekalah yang dikader untuk menjadi pemimpin-pemimpin masa depan, maka pesantren memandang bahwa mempersiapkan bibit unggul tidak bisa ringkas, semua dilewati dengan proses panjang, untuk itu semoga usaha membentuk karakter selama liburan ini berhasil. Dengan tetap harus dievaluasi sepulangnya mereka ke pondok pesantren usai dari liburan sekejap mata.
Ketiga, Bagaimana Etiket ini berjalan?
Etiket berjalan dengan adanya pembicara, materi yang ingin disampaikan dan santri dan santriwati yang mendengarkan. Secara singkat dan ringkas 3 (tiga) komponen ini yang dibutuhkan untuk berjalannya sebuah etiket.
Namun lebih dalam lagi, etiket itu bukan bagaimana prosesi pemberian nasehat dan wejangan liburan itu dilaksanakan, tapi tentang bagaimana penanaman nilai itu tetap terjaga caranya dan terjaga nilai materi yang disampaikan. Maka dari itu nilai yang disampaikan bukan nilai biasa, pesan yang disampaikan bukan pesan receh, tapi pesan dari hati yang harapannya dapat merasuk ke dalam nurani. Bukankah segala sesuatu yang memakai ‘ruh muaddib’ tidak ada yang tercerna selain adab dan akhlak? Wallahua'alam.
Besar harapan sebelum perpulangan itu dirasakan santri dan santriwati, nilai-nilai pondok sudah terlebih dahulu ter-install di alam bawah sadar pikiran mereka, sehingga liburan mereka juga terjaga. Wallahua’alam.
Pada akhirnya, tujuan adanya etiket perpulang santri dan santriwati adalah untuk mengingatkan kepada mereka, bahwa liburan ini bagian dari pendidikan pondok, tidak lepas dari nilai-nilai adab di dalamnya, tulisan “Pesantren” ada di jidat mereka (dahi). Untuk itu semoga santri tetap istiqomah menjalankan ibadah dan menjaga kebaikan akhlaknya. Aamiin, Allahumma Aamiin.