Iklan Multipleks Baru

KETELADANAN KYAI DAN GURU

"Bondo bahu pikir lek perlu sak nyawane pisan. [KH. Ahmad Sahal]

WAJAH PENDIDIKAN PESANTREN

"Prioritas pendidikan pesantren adalah menciptakan mentalitas santri dan santriwati yang berkarakter kokoh. Dasarnya adalah iman, falsafah hidup dan nilai-nilai kepesantrenan. "

PENGALAMAN UNIK DAN LUCU

"Pekerjaan itu kalau dicari banyak, kalau dikerjakan berkurang, kalau hanya difikirkan tidak akan habis. [KH. Imam Zarkasyi] "

GAGASAN KEMAJUAN UMAT

"Tidak ada kemenangan kecuali dengan kekuatan, dan tidak ada kekuatan kecuali dengan persatuan, da ntidak ada persatuan kecuali dengan keutamaan (yang dijunjung tinggi) dan tidak ada keutamaan kecuali dengan al-Qur'an dan al-Hadits (agama) dan tidak ada agama kecuali dengan dakwah serta tabligh. [KH. Zainuddin Fananie dalam kitab Senjata Penganjur] "

FALSAFAH DAN MOTTO PESANTREN

"Tak lekang karena panas dan tak lapuk karena hujan. [Trimurti] "

NASEHAT, KEBIJAKSANAAN DAN REFLEKSI

"Hikmah ialah barang yang hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah. (HR at-Tirmidzi). "

BERARTI DAN BERKESAN

"Pondok perlu dibantu, dibela dan diperjuangkan. (KH. Abdullah Syukri Zarkasyi). "

Monday, February 21, 2022

Tradisi Mengumbar Aib; Tradisi Buruk yang Telah Dimaklumi

 

Adalah suatu tradisi keliru ketika seorang mengumbar aib orang lain dengan tanpa merasa bersalah. Perbuatan yang sangat menjijikkan, sama menjijikkannya seperti memakan daging bangkai dari saudaranya yang sudah meninggal. Tidak muntahkah dia? Jika tidak muntah, mungkin akan lebih baik segera mengunjungi klinik terdekat atau bahkan ke rumah sakit, periksakan segera indra penciumanmu dan indra perasamu, kali saja semuanya telah tidak berfungsi. Karena jika tidak, lambungmu yang akan merasakan derita, dan menahan pedih dan jijiknya dari makanan yang kamu makan.

 

Satu ilustrasi di atas dibuat menyikapi suatu tradisi buruk yang telah dianggap maklum. Mengumbar kesalahan adalah pemakluman yang keliru rasanya, sebab yang beredar adalah energi negative. Coba dibalik dengan memberikan solusi positif, ambil solusi dari kesalahan yang diperbuat oleh orang terkait, setelah semuanya selesai terkendali, lalu tanyai secara personal alasannya, kemudian sampaikan pemakluman, jika kebetulan alasannya syar’I (dapat diterima), sampaikan kita paham akan kondisinya, namun tetap jelaskan bahwa di waktu yang sama perbuatan ini adalah kesalahan. Jika disampaikan kepada orang yang bermasalah tanpa harus mengumbarnya di depan umum, rasanya lebih membuatnya arif, bijak dan cukup untuk bisa disegani. Bah terlalu lambat! Memang begitulah seni memimpin. Melelahkan! Mendidik memang pekerjaan besar yang melelahkan, memang demikianlah adanya.

 

Barometernya adalah dirimu. Senangkah engkau jika hal yang sama diperlakukan terhadapmu? Lebih terima diperlakukan sebagaimana manusia terhormat atau diperlakuan sebagai orang yang paling berdosa? Ada banyak hal yang perlu dijaga dalam setiap pengumbaran, entah itu dirinya yang kebetulan memiliki alasan yang jauh lebih penting dari pada yang kewajiban yang harus dia lakukan, atau menjaga dirimu; sebab tanpa kamu sadari aktifitas mengumbarmu mengundang orang lain untuk membacamu, bisa jadi borokmu jauh lebih banyak dan lebih parah dari orang yang dibongkar aibnya denganmu. Mari bersama mawas diri.

 

Pada akhirnya, silahkan membaca, tapi tidak semua yang dibaca harus dibacakan. Silahkan menilai, namun tidak semua yang dinilai mesti disampaikan. Pembacaan dan penilaianmu cukup disimpan untuk bekal dirimu, agar tidak pernah kamu ulangi di sepanjang hidupmu nantinya. Dan terakhir, berhati-hatilah sebab bola yang dilemparkan, akan kembali menyerang orang yang melempar. Teori boomerang itu berlaku pada kebaikan dan keburukan.

 

Sunday, February 20, 2022

Ta’lim dan Tarbiyah Satu Koin Dua Wajah




**

“Hendaklah perjalan hidupmu (pendidik) bersama murid-muridmu dengan lurus dan pertengahan. Tidak berlebih-lebihan dan tidak berkurang-kurangan. Beri mereka pengajaran menurut kepantasan penerimaan mereka. Jangan dibiarkan mereka merendahkan derajat ilmu, supaya jangan pula rendah derajatmu sendiri. Dan jangan menunjukkan sembarang ilmu atau adab, kalau tidak pada tempat dan waktunya, supaya jangan menjemukan.”
[Prof. Dr. Hamka]

**

 

Abdul Malik (yang kelak dikenal dengan HAMKA) lahir di Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat pada 17 Februari 1908. Sebagai putra Haji Abdul Karim Amrullah, ulama besar dan salah seorang pelopor gerakan tajdid di Minangkabau, Abdul Malik kental dengan didikan agama yang ditimbanya di Sumatera Thawalib (sekolah beraliran pembaruan yang didirikan san Ayah) dan dari para kiai di surau atau masjid (aliran tradisional).

 

Di kemudian hari beliau dikenal sebagai salah satu intelektual dan aktivis Islam yang sangat disegani pada masanya, karena kemampuan retorikanya yang tiada bandingan. Ia juga pujangga yang menelurkan berbagai karya kesusastraan bernilai tinggi. Ketajaman pikiran dan keteguhan serta konsistensi beliau dalam memperjuangkan dan menjalankan prinsip, baik dalam dunia pendidikan, politik, maupun kesehariannya, kerap harus ditebus dengan berkali-kali pengunduran diri dari jabatannya, bahkan sampai di Penjara. Namun, ketajaman pemikiran beliau pulalah yang melahirkan serngkaian pengakuan akademis formal dari luar dan dalam negeri (gelar professor dari Universitas Mustopo, Doctor Honoris Kebangsaan Malaysia, 1974) maupun informal dnegan masih dibaca, dikaji, dan dijadikannya berbagai karya beliau sebagai sumber inspirasi dalam memahami dimensi-dimensi keislaman.

 

Buku ini adalah sebuah sumbangsih yang menghadirkan sosok pendidik dan pemerhati dunia pendidikan. Buya Hamka, demikian beliau akrab disapa. Dalam berbagai pemikirannya tentang pendidikan ideal, serta pergulatannya dalam mengharmonisasi serta memperbarui sistem pendidikan Islam traditional, mengharuskannya merancang sistem pendidikan integral yang menggali segenap potensi peserta didik dan menggantikannya menjadi sosok insan kamil.

 

Dalam batasan Hamka tentang makna pendidikan Islam dan Fitrah pesera didik.

Hamka berpusat fokus pada 2 poin penting. Kedua istilah itu adalah; ta’lim dan Tarbiyah.

 

Dimana pengertian ta’lim adalah proses pentransferan seperangkat pengetahuan yang dianugerahkan Allah kepada manusia (Adam). Dengan kekuatan yang dimilikinya, baik kekuatan pancaindra maupun akal, manusia dituntut untuk menguasai materi yang ditransfer. Kekuatan tersebut berkembang secara bertahap dari yang sederhana ke arah yang lebih baik. Hamka memahami kata ta'lim sebagai proses pendidikan dan bukan pada hakikat pendidikan. Padahal wacana pendidikan Islam bukan bukan hanya sebatas proses, akan tetapi meliputi bentuk materi berikut nilai yang tercakup di dalamnya. Dari berabagi aspek penekanan yang diinginkan, pendidik, peserta didik, lingkungan di mana pendidikan dilaksanakan, dan tujuan yang ingin di capai semuanya menjadi peting dalam pola pendidikan Islam.

 

Sedangkan kata tarbiyah memiliki arti mengasuh, bertanggungjawab, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membesarkan, menumbuhkan, memproduksi, dan menjinakkannya, baik yang mencakup aspek jasmniah maupun rohaniah. Penekanan dalam memahami makna “memelihara” dalam kata tarbiyah sebagai “Perbuatan pemeliharaan yang dilakukan kedua orang tua terhadap anaknya. Proses ini dilakukan dengan sabar dan penuh kasih sayang, guna membantu anak dari ketidak berdayaannya sampai ia mampu mandiri, baik secara fisik, maupun psikis.”

 

Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa dalam memosisikan pendidikan sebagai proses, HAMKA cenderung menggunakan kata ta’lim. Sementara dalam melihat pendidikan sebagai transmisi nilai dan misi tertentu, ia kelihatannya lebih cenderung menggunakan kata tarbiyah. Pendekatan yang dilakukan kelihatannya sebagai upaya mengintegralkan makna kedua kata tersebut dalam sebuah kerangka berpikir yang harmonis.

 

Namun bila ditinjau dari sudut terminologi, HAMKA membedakan makna pendidikan dan pengajaran. Menurutnya, pendidikan Islam merupakan “serangkaian upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu membentuk watak, budi, akhlak, dan kepribadian peserta didik, sehingga ia tahu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.” Sementara pengajran Islam adalah “upaya untuk mengisi intelektual peserta didik dengan sejumlah ilmu pengetahuan.”

 

Dalam mendefenisiskan pendidikan dan pengajaran, ia hanya membedakan makna pengajaran dan pendidikan pada pengertian kata. Akan tetapi secara esensial ia tidak membedakannya. Kedua kata tersebut merupakan suatu sistem yang saling bekelindan. Setiap proses pendidikan, di dalamnya terdapat proses pengajaran. Keduanya saling melengkapi antara satu dengan yang lain, dalam rangka mencapai  tujuan yang sama. 

 

Tujuan dan misi pendidikan akan tercapai melalui proses pengajaran. Demikian pula sebaliknya, proses pengajaran tidak akan banyak bararti bila tidak dibarengi dengan proses pendidikan. Dengan pertautan kedua proses ini, manusia akan memperoleh kemuliaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Bila dilihat dari dataran filsafat, batasan definisi pendidikan Islam yang dikemukakannya dapat dipandang sebagai ontologi pendidikan Islam.

 

Dengan bekal dan modal ilmu pengetahuan yang didalami dan dikuasainya, Hamka menjadi penulis produktif yang pernah dimiliki Indonesia. Ia telah menulis puluhan buku, novel, cerpen, artikel, maupun tafsir Al-Qur’an. Salah satu karya monumentalnya adalah Tafsir al-Azhar, yang dia tulis semasa dipenjarakan oleh Presiden Soekarno. Pemikiran-pemikirannya dalam berbagai bidang dapat diketahui, dikaji, dan dipahami melalui berbagai buku karya yang ditulisnya.

 

Dan buku ini adalah salah satunya buku terbaik yang perlu dibaca oleh kita semua, agar kaya khazanah keilmuan kita, dengan penjelasan Prof. Samsul Nizar, maka kitapun tercerahkan akan banyak ulasan konsep dan teori di dalam buku ini, guna sebagai wawasan dan kelak menjadi amalan yang dapat diterapkan dalam lingkungan, terkhusus pendidikan.

 

Buku ini sangat cocok bagi guru, dosen, mahasiswa dan santri pesantren, guna penambahan perbendaharaan kata, teori, konsep, dan istilah serta pemahaman. Akhir kata, semoga terinspirasi dan selamat membaca J

 

 

 

**

Judul Buku      : Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran HAMKA tentang Pendidikan Islam

Penulis              : Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag

Penerbit          : Kencana Prenada Media Group, Jakarta

Cetakan           : Pertama, Februari 2008 M

Tebal               : xx + 262 hlm; 23 cm

ISBN                : 978-979-1486-13-2

Genre              : Pemikiran Pendidikan

Harga              : Rp. -

Resensator      : Irwan Haryono S., S.Fil.I

**

 

 

Saturday, February 19, 2022

Tegaklah Mempertahankan Pendirianmu

**

“Kehidupan adalah pergantian di antara musim panas dan musim dingin. Lautan ialah pergantian di antara pasang naik dan pasang turun. Siang dengan malam terus bergilir. Hanya satu yang tetap tidak berubah yaitu Allah. Ke sanalah tujuan kita, lurus tidak pernah bengkok, walaupun jalan ke sana menurun dan mendaki, iman wajib dipelihara terus sehingga jiwa hidup terus.”
[Prof. Dr. Hamka]

**

 

Badan-Jasmani dijiwai oleh jiwa atau nyawa. Namun, jiwa itu sendiri wajib dijiwai lagi oleh nur yang dipancarkan Tuhan dari langit. Kalau nur tidak ada, hidup itu sendiri tidak ada artinya. Sebaliknya, kalau nur telah ada, mati pun pada hakikatnya adalah hidup. Oleh karena itu, Nabi mengajarkan tegasnya bahwa satu rangka dari ajaran Islam itu adalah Ibadah. Pertama kali diajarkan bahwa hidup itu adalah ibadah, langsung kepada Allah, bukan kepada benda dan bukan kepada alam.

 

Ketakukan dan kecemasan hanya timbul apabila tidak mengerti hakikat hidup dan hakikat mati. Orang yang penakut ialah yang masih menyangka bahwa kehidupan sejati itu ialah pada tubuh yang kasar ini. Kalau hanya pada tubuh yang kasar ini terkumpul arti kehdiupan, lalu lantaran itu takut menghadapi kematian, akan dapatkah mati itu dielakkan? Kalau orang tidak mati karena mempertahankan ‘sabilillah’ (jalan Allah), ia pasti mati juga, tetapi dalam keadaan yang hina. Misalnya hanya karena mempertahankan perut. Orang yang bersembunyi di bawah kolong tempat tidur karena takut dikejar musuh, ia akan mati ketakuan di bawah kolong tempat tidur itu.

 

Namun orang yang mengorbankan hidupnya demi mempertahankan keyakinannya kepada Tuhannya yang tunggal; matinya itu adalah mati syahid atas kebenaran pendiriannya. Karena kematian lantaran mempertahankan Aqidah. Pada hakikatnya walaupun jasad telah mati, akal pikiran (paham) yang diperjuangkan tidaklah mati karena kematian seseorang. Ajaran inilah yang diungkapkan oleh Ahmad Syauqi berupa syair.

 

قِفْ دُوْنَ رَأْيِكَ فِي الْحَيَاةِ مُجَاهِدًا، إِنَّ الحَيَاةَ عَقِيْدَةٌ وَجِهَادٌ (شوق بك)

“Tegaklah mempertahankan pendirianmu di dalam hidup ini dalam keadaan berjuang. Karena hidup ini adalah aqidah dan perjuangan.”

 

Di dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a disebutkan bahwa Radulullah pada suatu hari didatangi oleh seorang laki-laki, lalu orang itu bertanya kepada Nabi saw., yang artinya:

 

“‘Ya Rasulullah bagaimana pendapatmu jika datang seorang laki-laki bermaksud hendak mengambil hartaku?’  Nabi menjawab, ‘Jangan berikan hartamu!’ Orang itu bertanya lagi, ‘Bagaimana kalau ia hendak mengambil dengan kekerasan?’ Nabi menjawab, ‘Pertahankan!’ Orang itu bertanya lagi, ‘Bagaimana kalau Aku dibunuhnya?’ Nabi menjawab, ‘Engkau mati syahid.’ Orang itu bertanya lagi, ‘Bagaimaan kalau aku yang membunuh ia?’ Nabi menjawab, ‘Ia masuk neraka.’” (HR. Muslim dan Nasa’i)

 

Sesudah itu datang pula sabda Rasulullah saw. Yang lebih umum tentang hak-hak asasi manusia itu, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Zaid r.a.

 

مَنْ قَتَلَ دُوْنَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ وَمَنْ قَتَلَ دُوْنَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ وَ مَنْ قَتَلَ دُوْنَ دِيْنِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ وَ مَنْ قَتَلَ دُوْنَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ. (رواه أبو داود، والترمذي والنساء وابن ماجة. وقال ترمذي حديث حسن وصحيح) 

 

“Barangsiapa terbunuh karena mempertahankan harta bendanya maka matinya adalah mati syahid. Barangsiapa terbunuh karena mempertanakan darahnya maka matinya mati syahid. Dan barangsiapa terbunuh karena mempertahankan keluarganya maka matinyapun mati syahid.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’I, dan Ibnu Majah. Berkata at-Tirmizi bahwa hadist ini hasan dan shahih)

 

Dalam buku ini, kita akan menemukan bahwa deislamisasi dan indoktrinasi serta westernisasi bukanlah isu dan gerakan kekinian. Sejak zaman Buya Hamka. Pergulatan Islam dengan kelompok anti-Islam telah berlangsung, bahkan benih-benihnya telah ditanam sejak masa kolonial Belanda, masuk ke Nusantara dengan semangat gold, glory dan gospel-nya.

 

Lalu, sejak berakhirnya Perang Dingin antara Barat dengan komunisme, Islam ditentukan sebagai musuh utama Barat menggantikan komunisme. Clash of Civilization (perang, perdaban) antara Barat (Kristen) dan Timur (Islam) berdasarkan teori Samuel  Huntington menjadi kenyataan.

 

Islam sebagai satu-satunya peradaban yang pernah menguasai Barat dalam kurun waktu 700 tahun dianggap pula sebagai satu-satunya kekuatan yang perlu diwaspadai dan harus dihancurkan jika Barat ingin tetap menguasai dunia.

 

Buku yang ada di hadapan Anda ini merupakan kumpulan tulisan Buya Hamka yang pernah dimuat di majalah Islam Panji Masyarakat dalam rubrik Dari Hati ke Hati selama kurun waktu 14 tahun (1967-1981).

 

Dalam buku ini, Hamka meyoroti segala permasalahan yang berhubungan dengan agama, politik, dan sosial budaya, di dalamnya termasuk masalah toleransi dan kerukunan umat beragama di Indonesia pada kurun waktu tersebut. Agaknya ada beberapa istilah yang secara umum digunakan pada masa beliau hidup, juga beberapa penjelasan mengikuti zaman waktu itu, namun hal ini bukan menjadi hal yang serius terkait dengan nilai yang terkandung dalam buku ini.

 

Dengan membaca buku ini, umat Islam diajak untuk kembali menghidupkan ghirah keislamannya, mendalami Islam dengan sebenar-benarnya dan memperjuangkan Islam yang rahamtan lil ‘almin. Sampai akhir hayat, serta menyadari adanya tantangan besar terhadap Islam sepanjang masa.

 

Semoga Terinspirasi dan Selamat membaca J

 

**

Judul Buku      : Dari Hati Ke Hati

Penulis             : Prof. Dr. Hamka

Penerbit          : Gema Insani, Jakarta

Cetakan           : Kedua, Sya’ban 1437 H/Mei 2016 M

Tebal               : x + 256 hlm; 23 cm

ISBN                : 978-602-250-286-9

Genre              : Aqidah

Harga              : Rp.-

Resensator      : Irwan Haryono S., S.Fil.I

**

 

 

 

 

 

 

 

Friday, February 18, 2022

Sudah Terjawabkah Pertanyaanmu?


**

“Tidak perlu kita tahu apa yang akan terjadi nanti. Yang kita perlukan hanyalah satu perkara, yaitu menguatkan hati dengan iman, menebalkan perasaan dengan sabar, menimbang ukuran budi dengan syukur. Sekiranya “Pendirian” ini sudah ada pada hidup kita, apa perlunya lagi kita mengetahui apa yang akan terjadi dikemudian hari? Bukankah kita wajib berani menempuh hidup, sebagaimana orang-orang yang putus asa berani menempu mati. Sebab itu, yakin sajalah bahwa di dalam medan hidup ini kita harus bertemu kesusahan, penderitaan, keluhan, ratapan, dan tangisan. Namun, semua liku onak, dan duri itu, amat sedikit jika dibandingkan dengan nikmat yang dilimpahkan Allah swt kepada kita!”
[Prof. Dr. Hamka]

**

Buku 1001 soal kehidupan merupakan gabungan dari dua buku yang pernah diterbitkan, yakni buku Membahas Kemusykilan Agama dan 1001 Soal-Soal Hidup. Buku ini tidak hanya berisikan hukum-hukum agama dalam menyikapi berbagai persoalan yang diajukan, melainkan juga menyinggung tentang kemasyarakatan, sejarah, dan kebudayaan. 

 

Buku 1001 Soal Kehidupan dihadirkan dengan harapan agar pembahasan-pembahasan yang terdapat di dalamnya dapat menjadi tambahan ilmu dan menjadi rujukan kala kita menemukan persoalan yang sama dalam keseharian kita. Buku ini berisi kompilasi dari jawaban-jawaban Buya Hamka atas pertanyaan-pertanyaan pembaca yang disampaikan di Majalah Gema Islam dan Majalah Panji Masyarakat. Berbagai pertanyaan masih relevan dengan isu, dengan persoalan kontemporer yang marak terjadi saat ini, seperti persolaan Ahmadiyah, ilmu-ilmu kebatinan, meramal nasib dan pergi ke dukun, perceraian dan poligami, termasuk janji-janji yang “dipaksakan” saat kampanye politik berlangsung.

 

Sebagai contoh pada halaman 467 dijelaskan tentang tanya jawab seputar fitnah. Bagaimana bersikap terhadap fitnah? 

 

Adapun fitnah yang diartikan dengan banyak maksud seperti percobaan, hura-hura, perebutan kekuasaan dan politik, layaknya ombak besar dan gelombang besar, yang selalu pasang naik dan pasang turun semuanya itu adalah bagian dari kebiasaan dunia ini. Terutama dunia jahiliyah; baik itu jahiliyah lama maupun jahiliyah modern. Karena itu ia adalah gejala dari insting naluri manusia yang tidak usah mengherankan kita. Sudah biasa dalam pencaturan dunia ini bahwa orang yang jujur selalu tersingkir dari pengadu nasib dalam mencoba peruntungannya.

 

Nabi Muhammad saw. Pun meninggalkan pesan pula bila terjadi hal seperti itu. Kaum Anshar demikian besar jasanya kepada Islam. Mereka yang menyambut Rasulullah dan Muhajirin ketika hijah ke Madinah. Segala yang murah dan yang mahal, merkea korbankan, tetapi pada akhirnya jasa-jasa mereka tidak dihargai orang lagi, mereka seakan-akan dilupakan, Nabi saw. Telah meramalkan hal itu ketika beliau masih hidup.

 

Beliau berkata kepada kaum Anshar.

“Sesudah aku tak ada lagi, kalian akan mendapati kelobaan.”

 

Lalu beberapa Anshar bertanya kepada beliau, apa sikap yang harus mereka perbuat. 

Baginda Rasulullah saw. Bersabda,

أَدُّوْا الَّذِيْ عَلَيْكُمْ وَسَلُوْا اللهَ الَّذِى لَكُمْ

 

“Lakukan kewajibanmu, dan mohon langsung kepada Allah tentang apa hak kamu.”

 

Tidak boleh termenung, melainkan terus bekerja melakukan kewajiban yang dipikulkan Allah ke atas bahu sebagai Mukmin. Selama hayat masih dikandung badan, kerjakan apa yang dapat dikerjakan, dan jangan harapkan balasan dari manusia atas kewajiban yang telah dilakukan itu, melainkan harapkanlah janji Allah, karena Dia tidaklah memungkiri janji.

 

Cuplikan di atas merupakan satu gaya cara beliau mengulas jawaban dari sekian banyak pertanyaan yang terangkum dalam buku ini, sekurangnya ada sekitar 96 persoalan dan jawaban yang sangat runut dan objektif dalam pendekatan jawabannya. Namun agaknya sedikit membutuhkan bahasa yang lebih lugas untuk menyatakan suatu ketetapan jawaban, jika A adalah A dan B adalah B. Sebab dengan demikian akan timbul rasa yakin bagi pembaca untuk membacanya agar kelak bacaan ini menjadi satu pedoman dalam menghadapi permasalahan yang ada di masyarakat.

 

Selanjutnya buku ini sagai sesuai sebagai perbendaharaan, sekaligus pedoman, kiranya buku ini layak untuk dibeli, dibaca, dan menjadi rujukan bagi para pembaca. Semoga terjawab soal kehidupan yang saat ini sedang dideru, semoga bertemu jawaban untuk persoalan hidup yang selama ini belum ketemu. 

 

Semoga terinspirasi, dan selamat membaca J

 

**

Judul Buku      : 1001 Soal Kehidupan

Penulis             : Prof. Dr. Hamka

Penerbit          : Gema Insani, Jakarta

Cetakan           : Pertama, Rabi’ul Akhir 1437 H/Februari 2016 M

Tebal               : xii + 480 hlm; 23 cm

ISBN                : 978-602-250-289-0

Genre              : Umum

Harga              : Rp. 115.000,-

Resensator      : Irwan Haryono S., S.Fil.I

**

 

 

Thursday, February 17, 2022

Seimbangkanlah Hidupmu; Maka Kau Akan Bahagia


**

“Apabila seseorang telah bersyahadat  dengan kalimat tauhid, maka baginya pantang menundukkan muka kepada yang selain Allah.”
[Prof. Dr. Hamka]

**

 

Dalam buku ini, Buya Hamka menegaskan bahwa pertanda kosongnya jiwa serta binasanya hati yaitu ketika seorang Muslim sekadar mengaku beriman tapi ia enggan dan lalai mengerjakan amal-amal saleh secara berkelanjutan. Padahal untuk menyeimbangkan hidup sesuai tuntunan Islam maka harus ada keterpaduan (keharmonisan) antara iman dan amal saleh. Artinya, seorang Muslim tidak cukup saja mengaku beriman, tapi ia juga harus kontinu melaksanakan dan menggiatkan ibadah dan amal-amal salehnya. Dengan begitu, maka keimanan seorang Muslim bisa dikatakan telah sempurna. Sebab, Islam adalah agama yang syamil, sempurna. Agama yang sesuai dengan fitrah manusia, harmonis, dan tidak memberatkan manusia.

 

Karya emas Buya Hamka ini, memberikan deskripsi dan perspektif bagaimana seharusnya menempatkan porsi iman dan amal saleh secara tepat sesuai tuntunan syariat. Sehingga ketika mengerjakan perintah agama, merasa tenang hatinya, itulah tandanya hati itu baik. Dan hati bisa tenang adalah gambaran keimanan yang kokoh, telah berdiri pada pilar yang seharusnya.

 

Dalam hal ini  dengan tegas IbnuTaimiyah di dalam fatwa-fatwanya menegaskan tentang arti iman.

 

الإِيْمَانُ عَقِيْدَةٌ وَعَمَلٌ فَهُوَ إِذًا يَزِيْدُ وَيَنْقُصُ

 

“Iman ialah aqidah dan amal. Sebab itu ia bertambah atau susut.”

 

Tafsiran dari fatwa di atas adalah situasi bertambah banyaknya amal dan atau mungkin semakin menyusut ada alunannya. Namun bagaimanapun amal itu tetap ada. Misalnya, satu waktu amalnya naik , sehingga shalat lima waktu ditambahnya dengan rawatib, tahajud, shalat sunnah, dhuha dan lain-lain. Sedangkan gambaran keimanan menyusut tidak mengerjakan apapun ibadah tambahan kecual yang wajib lima waktu itu saja. Namun kalau sudah ditinggalkannya shalat lima waktu itu, walaupun satu waktu dengan sengaja nisacaya bukan mukmin lagi! Tegas Buya Hamka menjelaskan hal ini.

 

Luar biasanya buku ini menceritakan banyak hal yang telah menjadi rutinitas tapi seketika dikupas apa inti dari semua yang dikerjakan sehingga tambah jernih hati dan pikiran untuk menatap hidayah dan cahaya.

 

Pernahkah terpikirkan oleh kita apakah filosofi dari berwudhu’ sebelum shalat?


Imam Ghazali, ahli falsafah dan tasawuf Islam yang amat terkenal itu melukiskan hikmah wudhu yang amat menarik hati. Bagaimana hikmah yang terkandung dalam membasuh muka, kedua tangan, menyapu kepala, dan membasuh kaki. Dibaginya wudhu itu kepada tiga bagian. Pertama, Membasuh anggota wudhu dari kotoran karena pekerjaan kita yang sibuk setiap hari mungkin dihinggapi najis-najis. Kedua, lalu ia masuk ke dalamnya lagi, yaitu membasuh muka. Siapa tahu entah tadi terlihat, terdengar atau terhirup oleh hidung daki-daki dosa yang merusak iman kita. Demikian juga membasuh tangan, entah terjamah dan terpegang barang yang tidak diridhai Allah, entah kepala ini telah penuh dengan panas dan hawa duniawi yang kacau balau, entah mengacau pikiran isi-isi koran dan majalah yang bersimpang siur, sehingga perlulah kepala disapu dengan air supaya dingin. Membasuh kaki, entah terlangkah kepada yang mengganggu jiwa. Akhirnya pada tingkat ketiga, beliau katakan bahwasannya yang menjadi inti dari wudhu ialah membersihkan hati dari pada segala kotoran, dosa besar dan dosa kecil, dan menegakkan ilahi dalam jiwa, tidak bercampur dengan ingatan yang lain.

 

Maka tepat sekali kiranya shalat itu, salah satu manfaatnya dapat memelihara dan memupuk jiwa, supaya jangan sampai sakit, karena hebatnya perjuangan akal batin dengan akal lahir.

 

وَاسْتَعِنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَوةُ، وَإِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ إِلاَّ عَلَى الخشِعِيْنَ (٤٥)

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.” (al-Baqarah: 45)

 

Khusyu artinya mengakui kekuasaan Allah dan tunduk kepada-Nya. Bila pengakuan telah ada kepada-Nya, tidaklah ada yang berat lagi. Semuanya menjadi ringan. Oleh sebab itu, alat penguji kemurnianan batin yang paling praktikal ialah shalat.

 

Sesuai dengan judulnya, Kesepaduan Iman dan Amal Saleh, dalam buku ini Buya Hamka menitik beratkan pembahasan pada kesesuaian antara iman seseorang dengan amal salehnya sebagai aplikasi dari keimanan. Seseorang yang mengaku beriman, tetapi tidak melakukan ibadah dan amal saleh maka diragukan keimanannya.

 

Masih banyak analogi lebih mendalam, anasir-anasir lebih gamblang, dan penjelasan-penjelasan yang lebih mendetail dari sekedar yang tersurat di atas ini, untuk itu menurut saya, bagi para pembaca budiman dapat menjadikan buku ini termasuk daftar list yang harus dibaca berulang-ulang, sebab buku ini memiliki keajaiban-keajaiban sendiri, semakin dibaca, ada saja hal baru yang di dapatkan, seakan magnet yang membuat hati semakin lengket untuk terus mengkajinya ulang, agaknya seirama dengan jawaban Socrates ketika ditanyai tentang bagaimana kesannya ketika menuntut bergai ilmu pengetahuan. Jawaban kesannya adalah “suatu posisi dimana yang dapat saya ketahui, bahwa saya tidak tahu” juga sama seperti jawaban Imam Syafi’I “Tiap-tiap bertambah ilmuku, bertambah pulalah aku insaf bahwa aku tidak tahu.”

 

Semoga terinspirasi, Selamat membaca J

 

 

 

**

Judul Buku      : Kesepaduan Iman Dan Amal Saleh

Penulis                        : Prof. Dr. Hamka

Penerbit          : Gema Insani, Jakarta

Cetakan           : Pertama, Jumadil Awwal 1437 H/Februari 2016 M

Tebal               : xiv + 190 hlm; 20,5 cm

ISBN                : 978-602-250-290-6

Genre              : Umum

Harga              : Rp. 50.000,-

Resensator      : Irwan Haryono S., S.Fil.I

**

 

 

 

 

Wednesday, February 16, 2022

Percaya Kepada Allah; Lalu Pegang Teguhlah Pendirian Itu

**

“Jangan banyak duka cita,

Apa yang telah ditentukan itulah yang tejadi.

Yang untuk orang lain tidaklah sampai kepadamu.

Apa yang untukmu mestilah kamu capai,

Ingat saja tuhanmu, dan terimalah bagianmu dalam mencari hakikat dan dalam memelihara syari’at”


[Prof. Dr. Hamka]

**

Buku Pandangan Hidup Muslim ini berisi tentang perenungan yang membawa pencerahan bagi hati dan jiwa setiap Muslim tentang pandangan hidupnya, atau konsep hidupnya. Sudahkah setiap muslim benar-benar telah menjadikan Islam sebagai pandangan hidup atau sebagai pedoman hidup?

 

Melalui pembahasan-pembahasan yang disampaikan, kiranya Prof. Dr. Hamka hendak mengingatkan setiap Muslim bahwa hendaknya setiap Muslim telah memiliki pandangan hidup yang benar sehingga dapat menempatkan segala sesuatu di dunia ini dengan benar pula menurut pandangan Allah, baik meliputi persoalan-persoalan sesama manusia, maupun hubungannya dengan Sang Pencipta sebab telah terbukti bahwa seluas-luasnya pikir manusia, ia akan sampai pada titik keterbatasannya. Sehat-hebatnya manusia, ia mati pula meninggalkan segala yang dibanggakannya.

 

Maka rasa takut dan dukacita adalah dua hal yang menjadi penghalang besar dalam kemajuan hidup. Itulah duri dan itulah pula batu penarung. Oleh karena itu Allah swt berfirman yang artinya:

 

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah,’ lalu mereka meneguhkan pendirian mereka maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), ‘Jangalah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.’” (Fushshilat: 30)

 

 

آمَنْتُ باِللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ

“Aku percaya kepada Allah, lalu pegang teguhlah pendirian itu!”

 

Tatkala pujangga, alim, filsuf, dan pemimpin Islam yang terkenal, Haji Agoes Salim masih hidup, ia pakai kata-kata ini menjadi lambang pada stempelnya, lambang pada cap surat-suratnya. Pada pintu rumahnya di Jalan Theresia, dahulunya, atau jalan Haji Agoes Salim yang sekarang, terpampang juga kalimat itu dalam bentuk yang lebih besar.

 

قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ

 

“Katakanlah! Aku percaya kepada Allah dan lalu pegang teguhlah pendirian itu.”

 

Dengan itulah, kita hadapi segala persoalan di dalam hidup ini. Dengan itu, kita kibarkan panji kita. kalimat itulah yang terlukis pada-Nya, dan dengan pendirian itu kita hidup di tengah-tengah masyarakat. Dengan itu, kita jiwai seluruh kebudayaan dalam segala macam seginya. Dengan itu pula, kita mencari pengetahuan dalam segala macam cabangnya.

 

Itulah pangkalan tempat kita bertolak. Itulah Pelabuhan terakhir tempat bahtera kita berlabuh.

 

Pandangan hidup adalah konsep yang dimiliki seseorang atau golongan masyarakat dalam menanggapi dan menerangkan segala masalah di dunia ini. Dengan demikian, pandangan hidup seorang Muslim harus mengacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dan didahului oleh semangat tauhid, yaitu meng-Esa-kan Allah dan menghambakan diri hanya kepada Allah swt.

 

Dengan tauhidullah dan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah itulah segala persoalan hidup dihadapi oleh seorang Muslim. Hal ini tercermin dalam pendirian seorang Muslim ketika hidup di tengah-tengah masyarakat, tercermin dalam kebudayaan yang tercipta, dan dalam usahanya mencari pengetahuan seluas-luasnya.

 

Sebelum akhir, ining kami jelaskan bahwa buku  Pandangan Hidup Muslim yang sangat luar biasa ini, berasal dari tulisan-tulisan Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) dalam rubrik majalah Panji Masyarakat yang terbit di bawah pimpinan Ia sendiri di Jakarta, sejak Juni 1959 sampai September 1960. Ditambah dengan beberapa artikel lain yang terdapat di dalam majalah ini juga dan dalam majalah lain.

 

Penerbit buku ini, sengaja menyusun ulang dan menerbitkannya menjadi sebuah buku; bertujuan tidak saja untuk memenuhi permintaan yang sangat banyak mengalir kepada pangarang, tetapi juga mengingat isinya yang memang sangat berfaedah, terutama sekali bagi pembangunan ruhani bangsa kita, yang dewasa ini, sama kita rasakan sangat memerlukannya, disebabkan banyak yang kehilangan pegangan dan landasan tempatnya berpijak.

 

Sedikit yang agaknya menjadi catatan, kiranya buku ini tidak sekedar menjadi bahan bacaan, namun seyogyanya menjadi awal tonggak perubahan bangsa, dan sebaik-baik perubahan adalah yang dimulai dari perubahan pemudanya. Jadi sangat luar biasa kiranya jika buku ini dapat menjadi kajian bagi para mahasiswa-mahasiswa muslim, agar terang jalan mereka, agar lurus langkah kaki mereka, agar tidak ada ragu dalam mengambil keputusan nan kokoh imannya.

 

Hampir tak dapat saya melihat sisi kurang dari buku ini, menggambarkan betapa kurangnya saya akan panduan menjalani hidup, mendapatkan buku ini seperti mendapatkan jalur air bersih yang mengalir, hilang dahaga seketika, bahkan masih  mengalir air bersihnya, lewat tulisan inilah saya kabarkan pada pembaca, ini adalah aliran sungai kehidupan, minum airnya agar dapat menyambung hidup dengan cara yang benar. 

 

Akhir kata semoga terinspirasi dan selamat membaca.

 

**

Judul Buku      : Pandangan Hidup Muslim

Penulis             : Prof. Dr. Hamka

Penerbit          : Gema Insani, Jakarta

Cetakan           : Pertama, Rabi’ul Akhir 1437 H/Februari 2016 M

Tebal               : xii + 268 hlm; 23 cm

ISBN                : 978-602-250-296-8

Genre              : Akhlak

Harga              : Rp. -

Resensator      : Irwan Haryono S., S.Fil.I

**

 

Tuesday, February 15, 2022

Di Dalam Lembah Kehidupan: Novel Hamka

**

“Apabila perasaan cinta telah bersemi, tidak ada makhluk yang sanggup menghalanginya karena cinta ialah perasaan hati yang merdeka dan bebas.”
[Prof. Dr. Hamka]

**

 

Di Dalam Lembah Kehidupan adalah kumpulan air mata, kesedihan dan rintihan yang diderita oleh segolongan manusia di muka bumi ini. Air mata mereka itu sudah sampai masa penghasbisan, telah mengalir ke tanah, dan hilang lenyap dalam pasir. Orang lain tidak akan peduli terhadap hal itu. Bagaimana mungkin orang akan peduli sebab orang-orang sedang dirintangi oleh kesenangan dan kemewahan!

 

Di Dalam Lembah kehidupan adalah kumpulan cerita pendek yang ditulis oleh Buya Hamka pada tahun 1930-1940-an. Dalam buku ini terdapat dua belas cerita pendek yang berkisah tentang roda kehidupan manusia yang terus berputar. Yang tidak selamanya menempatkan manusia pada posisi di atas, tetapi juga di bawah. Yang terkadang memposisikan manusia pada suasana keberuntungan dan kebahagiaan, juga kesusahan dan kesedihan. Yang tidak setiap waktu memberikan manusia harapan sesuai yang diinginkan. Buya Hamka dalam kumpulan cerita pendek ini menyoroti kehidupan manusia ketika roda kehidupan membawanya ke kondisi menyedihkan.

 

Dari kumpulan cerita pendek ini, salah satunya yang dapat kita maknai, yakni bahwa masih ada kehidupan orang-orang nyang jauh dari sorot lampu panggung kehidupan, yang jarang diketahui orang, dan ternyata mereka menyimpan kepiluan dan kesedihan yang mendalam karena berbagai kesusahan dan cobaan hidup. Kita juga diajak untuk lebih bersyukur atas nikmat hidup yang diberikan Allah swt kepada kita dan kita dapat lebih berempati kepada saudara-saudara kita yang sedang mendapat ujian hidup berupa kesengsaraan, kekurangan, dan kelemahan hidup.

 

Sesungguhnya kumpulan cerita pendek yang diberikan judul Di Dalam Lembah Kehidupan ini adalah kumpulan air mata kesedihan dan rintihan yang diderita golongan manusia di muka bumi ini. Air mata mereka sudah jatuh, mengalir ke tanah, dan lenyap dalam pasir. Dalam lembah dan jurang kehidupan ada sekumpulan makhluk yang merintih. Saya datang ke sana sebab memang saya tinggal di sana. Saya lihat air mata jatuh, saya lihat air mata itu diiringi oleh darah. Karena itu, saya susunlah penderitaan itu jadi gubahan untuk bangsa dan nusa saya, sambil berkhidmat kepada bahasa ibu saya. Dari sini saya ketahui betul tidak sedikit makhluk yang kecewa dan melarat, yang sudah patah sayapnya sebelum terkembang, tergari dan jatuh sehingga tidak dapat bangkit lagi. Ungkap Buya Hamka dengan penuh kesadaran diri.

 

Padahal di dalam lembah yang sangat dalam, di dalam jurang yang tidak ditempuh itu, yaitu dalam lembah dan jurang kehidupan, ada sekumpulan manusia yang merintih. Tidak banyak orang yang mendengar rintihan itu dan tidak tahu.

 

Berharap terbangun kesadaran bahwa di balik kehidupan ini ada manusia-manusia yang kesusahan dan kesulitan menghadapi situasi dan kondisi kehidupan. Manusia-manusia yang sudah patah sayapnya, bahkan sebelum mereka belajar terbang, lalu terkulai, dan jatuh. Berharap perlindungan dan pertolongan Allah swt untuk senantiasa menguatkan mereka.

 

Ciri khas bahasa sumatera barat yang indah, sangat terkam betul dalam catatan ini, pengikat rasa tulisan, bumbu dan penyedap rasa novel ini dari novel-novel yang lainnya.

 

Dari dua belas cerita pendek yang tertulis dalam buku ini, aku tertarik dengan judul ke enam berjudul Gadis Basanai (Hikayat Lama di Salida). Sekelumit akan ku kutip dan kusajikan kepada pembaca, kiranya menjadi barometer untuk menikmati beragam cerita pendek selanjutnya.

 

Singkat cerita..

 

Basanai tumbuh menjadi penyemangat rumah besar itu. Basanai tumbuh menjadi cantik jelita dan menjadi penghibur hati mamak dan mentua (istri mamaknya). Setelah cukup usianya 16 tahun, mulai pemuda berdatangan,  enam kali pemuda datang, enam orang bujang berganti, semuanya ditolak.

 

Namun, dari semua permintaan pinangan orang lain, ada seorang yang telah menanamkan cinta di dalam hatinya terhadap Basanai. Cinta yang membukakan harapan di zaman yang akan datang. Cinta tidak membeda-bedakan derajat. Orang itu ialah Asam Sudin sendiri. Adapun Basanai tidak tahu bahwa saudara sepupunya itu menaruh cinta padanya.


“Apabila perasaan cinta telah bersemi, tidak ada makhluk yang sanggup menghalanginya karena cinta ialah perasaan hati yang merdeka dan bebas.”

 

Asam Sudin tahu pula, jika sekiranya dia hendak meminta suatu tanda mata kepada Basanai, saat ia meninggalkan daratan, mulai bermuara berhari-hari, bahkan berbulan-bulan ditengah gelombang lautan yang tak tentu arah. Pasti tidak akan diberinya. Sebab itu disimpan saja rambut itu untuk dijadikan azimat dan obat jernih pelerai demam. 

 

Rambut itu digulungnya baik-baik, dimasukkan ke dalam puan ibunya. Setelah itu, dibungkusnya dengan ikat kepala putih. Apabila tengah malam dan bulan terang-benderang, kerap kali dia berdiri ke tepi pantai, melihat ombak memecah karang dan angin laut berembus. Lalu dikeluarkan puan tersebut dari sakunya dan ditangisinya,

 

Anak gagak dilesung cinta 

Makan berulang ke perahu

Hati hendak bagiakan bahagia

Tapi membilang tidak tahu.

 

**

Sampai tibalah waktu berlayar Asam Sudin berkata, “Ibuku, belum tentu Ananda akan kembali pulang, tidak dapat ditentukan kehendak Allah. Kalau untung baik, selamat Ananda pulang pergi. Kalau kehendak takdir telah tersurat, entah hilang Ananda di laut lepas, entah ditelan ombak tujuh, kehendak Allah siapa tahu?”

 

Hanya sedikit Ananda meninggalkan pesan jaga wasiat ini erat-erat. Di atas kepala pintu yang menghadap ke laut, Ananda letakkan sebuah puan perak terbungkus kain putih. Di dekat puan itu ada pula sebuah cermin. tiada seorangpun boleh memegang dan mengambil barang itu, sebelum Ananda kembali. Barangsiapa yang memegangnya, tentu dia akan melanggar pantangan. Kelak jika nama Ananda saja yang pulang, barulah boleh Ibu mengambil kedua barang itu.”

 

“Baiklah,” Jawab ibunya. “Wasiatmu akan Bunda pegang erat-erat, berlayarlah dengan selamat, anakku.”

 

Diliriknya Basanai dengan suduh mata yang muram, seraya berkata, “Selamat tinggal, Basanai.”

 

…..

 

“Bukankah sudah Bunda katakan? Engkau melanggar pantangan. Jangan dekati barang itu Basanai, kata Bunda. Engaku dekati juga, sekarang jadi seperti  ini…”

 

“Oh, Mentua, mintakan saya ampun jika Kak Asam pulang, mohonkan maaf saya kepadanya. Saya mengakui kesalahan saya, digantung saya tinggi, dibuang saya jauh. Apa pun keputusan Kak Asam saya ikut, untuk menebus dosa saya.”

 

Tapi, mengapa rambut Basanai ada di dalam lipatan kain putih ini bunda, dan mengapa cermin ini memancarkan wajah Kak Asam Sudin, diliriknya kaca itu oleh Bunda, “tidak anakku cermin itu masih sama seperti cermin biasa,” kembali dilihat Basanai ke arah cermin, wajahnya yang terpantul, yang sebelumnya dia sadar betul berkali-kali dilihatnya kaca tersebut, berkali-kali wajah Asam Sudin yang muncul, seketika itu barulah ia tersadar bahwasannya pria yang selalu bersamanya dalam diamnya; telah menyimpan perasaan cinta terdalam untuk dirinya, hal yang sama sekali tidak ditangkap oleh hatinya sebelumnya.

…..

…..

…..

 

“Ooo, Mentua, tidak tertanggung, tak tertahan. Malam haram mataku tidur, siang haram dudukku senang. Ingatan kepada orang di Pagai saja.”

…..

…..

…..

 

“Mentua, jika gadis Basanai mati muda, panggil tunangan keenamnya, berdua suruh merobek kafan, berdua menggali kubur, berdua menshalatkan. Mandikan jenazahku oleh Mentua. Kuburkan jenazahku di atas puncak Gunung Ledan, di bawah naungan pohon delima, di dekat kemuning hijau. Tegakkan di atas kuburku bendera dua juntai, sejuntai hadapkan ke rumah almarhumah ibuku, sejuntai hadapkan ke laut supaya terlihat oleh biduk orang dari Pagai.”

…..

…..

…..

“Wahai, Nak! Sebab dia telah tahu bahwa engkau cinta kepadanya maka dia sampai begitu. Pantangan dilanggarknya, dibukanya bungkus pantangan, dalam bungkusan itu ditemuakn olehnya tanda-tanda yang menunjukkan engkau cinta kepadanya. Sejak itu hatinya tidak senang lagi, dia henak bertemu juga hendak meyampaikan kepada engkau bahwa di pun cinta kepadamu. Ada satu wasiatnya, yaitu dia tidak sanggup lagi menunggu engkau di dunia. Oleh sebab itu, ditunggunya engkau di akhirat, disuruhnya engkau ziarah ke kuburnya, tubuhnya yang halus menunggu kedatangan engkau di sana.”

 

Cerita masih berlanjut, keajaiban terjadi saat Asam Sudin pergi di malam purnama menziarahi makamnya Basanai, dilakukannya sebagaimana yang disarankan leluhur dikampung, selepas dikerjakan suruhannya ia pun tersungkur di atas pusara Basanai, malam itu juga ajal menjemputnya, ia pun menghembuskan nafas terakhirnya di atas puasara Basanai.

 

Sebuah cerita pendek yang memiliki nuansa berbeda dari cerita pendek biasa, buku ini menghadirkan cerita yang tak tertebak oleh pikiran untuk lanjutan ceritanya, menjadikannya tampak lebih misterius, serasa 12 cerita masih kurang, agaknya perlua ada jilid kedua yang mampu dilahirkan, entah itu mungkin dari perebendaharaan lama yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya, untuk kembali dinikmati bagi para pembaca.

 

Cerpen ini sangat cocok bagi siapa saja yang baru meranjak ingin mengenal sosok Hamka, bisa jadi melalui lembar sastra ini kamu terpikat untuk mendalami tentang beliau, atau bisa jadi dari sastra beliau akan muncul kisah sastra darimu. Apapun itu, karya beliau sangat fenomenal, membacanya membuat kamu beruntung.

 

Akhir kata, semoga terinspirasi, Selamat membaca.

 

**

Judul Buku      : Di Dalam Lembah Kehidupan

Penulis             : Prof. Dr. Hamka

Penerbit          : Gema Insani, Jakarta

Cetakan           : Pertama, Ramadhan 1438 H/Juni 2017 M

Tebal               : x + 194 hlm; 20,5 cm

ISBN                : 978-602-250-390-3

Genre              : Novel

Harga              : Rp. 54.000,-

Resensator      : Irwan Haryono S., S.Fil.I

**

 

 

 

 

 

Monday, February 14, 2022

Ini Pandangan Hidup Hamka; Apa Pandangan Hidupmu?

**

“Niat karena Allah, nasi sabungkuih, dan tinju gadang ciek.”
[Prof. Dr. Hamka]

**

Bermula dari kata-kata di atas merupakan semboyan dari pada pegangan hidup seorang Buya Hamka. Berikut akan kami tuliskan penjelasannya lebih terperinci:

 

Banyak orang bertanya, apa yang membuat Ayah (sebutan Bagi Buya Hamka) begitu gigih dalam menjalankan kehidupan dan perjuangan? Banyak orang yang bertanya apa dasar pegangan hidup Buya Hamka tanya Irfan Hamka langsung pada ayahnya.

 

Jawab Hamka:

 

“Ada dasar perjuangan Ayah. Pertama, Ayah sangat menghayati sebuah pantun yang digubah oleh Datuk Panduko Alam dalam buku Rancak di Labuh. Bunyinya:

 

Putuslah tali layang

Robek kertasnya dekat bingkai

Hidup nan jangan mengapalang

Tidak punya berani pakai

 

Pantun itu selalu membakar darah Ayah dalam perjuangan.”

 

Kedua,  Ayah tidak tamat sekolah, baik sekolah umum maupun sekolah agama. Ayah merasa malu tidak punya diploma. Ayah harus mengejar ketinggalan itu dengan belajar sendiri, Ayah harus berani menghadapinya.”

 

“Pandangan hidup Ayah yang lain dalam menghadapi perjuangan hidup ini, adalah niat karena Allah, nasi sabungkuih, dan tinju gadang ciek. Artinya, niat karena Allah harus diyakini, tidak terombang-ambing dengan niat yang lain. Kegiatan apa pun yang kita lakukan, jangan lupa kesiapan logistik. Sekecil apa pun, walau hanya sebungkus nasi. Dan yang terakhir, jangan pernah merasa takut, gentar, mudah menyerah. Harus tegas dan tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan dan berpikir jernih. Itu diibaratkan dengan sebuah tinju yang besar.” Ayah mengakhiri jawabannya sekaligus menanamkan dasar sikap hidupanya pada Irfan Hamka.

 

Sambut Irfan Hamka dalam lanjutan tulisannya, Bila kita melihat kondisi negeri kita saat ini, rasanya apa yang Ayah katakan kepadaku beberapa puluh tahun yang lalu masih sangat relevan untuk dijadikan pedoman; semua orang harus meluruskan niat, menjalankan kehidupan semata karena Allah. Tidak terkecuali bagi para pejabat publik, agar tidak menyimpang ketika kekuasaan telah diamanahkan oleh Rakyat.

 

Semua tentang Ayah:

 

Satu sifat Ayah yang sangat Aku kagumi, Ayah tidak pernah berpikiran negative kepada orang lain. Siapa pun mereka, Ayah selalu berprasangka baik dan memiliki keyakinan bahwa orang pasti dapat berubah menjadi baik. (baca lebih lanjut hlm. 7)

 

Siapakah penulis buku ini, ia adalah seorang Irfan Hamka. Anak kelima dari dua belas berasaudara. Usianya saat ini sudah tidak lagi muda. Lahir di Medan, 24 Desember 1943 tak terasa saat beliau menulis pengantar buku ini di tahun 2013 beliau sudah memasuki usia 70 tahun. Ya waktu yang senja buat seorang anak manusia. Waktu terus bergulir mengantarkan takdir kehidupannya untuk melahirkan buku terbaik ini.

 

Buku ini memiliki 10 bagian penting. Akan penulis sebutkan urutannya dan judul yang tekandung di dalamnya.

 

Bagian Satu; Sejenak Mengenang Nasihat Ayah

Bagian Dua; Ayah dan Masa Kecil Kami

Bagian Tiga; Ayah Berdamai Dengan Jin

Bagian Empat; Ayah, Ummi, dan Aku Naik Haji 

Bagian Lima; Perjalanan Maut Ayah, Ummi dan Aku

Bagian Enam; Ayah Seorang Sufi, di Mataku

Bagian Tujuh; Ayah dan Ummi, Teman Hidupnya

Bagian Delapan; Si Kuning, Kucing Kesayangan Ayah

Bagian Sembilan; Ayah, Hasil Karya, dan Beberapa Kisah

Bagian Sepuluh; Ayah Meninggal Dunia

 

Dari kesepuluh judul tertera dalam daftar isi ini, masih ada beberapa lagi daftar isi yang berupa silsilah dua keluarga besar, foto kenangan, biodata dan sumber yang lainnya, semoga pembaca semangat untuk meneruskan bacaannya tidak pada tulisan pendek ini saja, akan tetapi berlanjut pada buku isinya jauh lebih lengkap.

 

Dari tulisan singkat ini, Irfan menceritakan satu lagi cerita yang dibaginya buat kita para pembaca, adalah tentang seekor kucing yang bernama si Kuning. Si Kuning merupakan seekor kucing kesayangan Ayah. Ternyata kasih sayang Ayah bukan hanya kepada sesama makhluk manusia. Terhadap tumbuhan dan binatangpun demikian, Ayah membagi kasih sayangnya sebagai bagian dari akhlak seorang muslim yang membawa misi Islam sebagai agama yang rahmatan lil’alamin.

 

Akhirnya sampailah pada bagian terakhir buku ini, sebuah buku menceritakan sisi lain dari sosok Buya Hamka, tepat dari sisi keayahan atau dari sisi orang tua, sangat cocok bagi kita yang telah menjadi orang tua, atau bahkan bagi calon ayah bagi anak-anaknya, Buya Hamka telah mencontohkan bagaimana kiprah seorang ayah semestinya, sebab ayah adalah tumpuan tertinggi dalam pilar keluarga. Anak berpangku padanya, istri berpangku padanya, dan segala masalah berpangku pada kebijaksanaannya untuk mengambil keputusan. 

 

Sebagai seorang pembaca yang tidak pernah puas dalam menikmati semua karya Buya Hamka, atau berkenaan dengan beliau, sangat disayangkan jika buku ini hanya tertulis dalam lembaran kertas, ada baiknya tulisan ini didokumentasikan dalam bentuk audio, dengan rekamanan asli dari anak beliau langsung, sebagai bentuk keotoritasan akan informasi yang diberikan, kelak dapat menjadi perdengaran bagi mereka yang sedang berkendaraan atau bagi mereka yang sedang bekerja atau yang lagi istirahat santai sehabis kerja seharian.

 

Jauh selain dari pada itu, buku ini adalah buku yang sangat luar biasa, membelinya adalah satu keberuntungan bagi saya pribadi, membaca setiap bait menjadi bonus yang sangat luar biasa, kepada calon pembaca selanjutnya, selamat belajar dalam tuntunan menjadi sosok ayah yang baik yang seharusnya.

 

“Segala amal perbuatan jika didasari oleh rasa ikhlas dan tulus, maka keajaiban dan hal luar biasalah yang akan terjadi.”

 

Akhir kata semoga terinspirasi dan selamat membaca J

 

 

**

Judul Buku      : Ayah

Penulis                        : Irfan Hamka

Penerbit          : Republika Penerbit, Jakarta

Cetakan           : Pertama, Mei 2013

Tebal               : xxxviii + 321 hlm; 13,5 x 20,5 cm

ISBN                : 978-602-8997-71-3

Genre              : Biografi

Harga              : Rp. 

Resensator      : Irwan Haryono S., S.Fil.I

 

**

Dalam Feed

Dalam Artikel Baru

Display


*PENGALAMAN NYANTRI: Menikmati Setiap Detik Proses Kelak Menjadi Pengalaman Beresensi