Iklan Multipleks Baru

KETELADANAN KYAI DAN GURU

"Bondo bahu pikir lek perlu sak nyawane pisan. [KH. Ahmad Sahal]

WAJAH PENDIDIKAN PESANTREN

"Prioritas pendidikan pesantren adalah menciptakan mentalitas santri dan santriwati yang berkarakter kokoh. Dasarnya adalah iman, falsafah hidup dan nilai-nilai kepesantrenan. "

PENGALAMAN UNIK DAN LUCU

"Pekerjaan itu kalau dicari banyak, kalau dikerjakan berkurang, kalau hanya difikirkan tidak akan habis. [KH. Imam Zarkasyi] "

GAGASAN KEMAJUAN UMAT

"Tidak ada kemenangan kecuali dengan kekuatan, dan tidak ada kekuatan kecuali dengan persatuan, da ntidak ada persatuan kecuali dengan keutamaan (yang dijunjung tinggi) dan tidak ada keutamaan kecuali dengan al-Qur'an dan al-Hadits (agama) dan tidak ada agama kecuali dengan dakwah serta tabligh. [KH. Zainuddin Fananie dalam kitab Senjata Penganjur] "

FALSAFAH DAN MOTTO PESANTREN

"Tak lekang karena panas dan tak lapuk karena hujan. [Trimurti] "

NASEHAT, KEBIJAKSANAAN DAN REFLEKSI

"Hikmah ialah barang yang hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah. (HR at-Tirmidzi). "

BERARTI DAN BERKESAN

"Pondok perlu dibantu, dibela dan diperjuangkan. (KH. Abdullah Syukri Zarkasyi). "

Sunday, July 30, 2023

Pengalaman Nyantri Prihatin: Merasakan Liburan di Pesantren Saat Musim Pandemi

Merasakan Liburan di Pesantren Saat Musim Pandemi


Bertahun-tahun tinggal di pesantren baru kali inilah liburan tidak pulang, genaplah setahun tinggal di pondok. Padahal seharusnya ini adalah pengalaman khusus bagi santri kelas 5 yang ingin naik ke kelas 6, nah ini malah diraskan seluruh santri dari kelas 1 sampai kelas 6. Sungguh sangat istimewa.


Sekilas timbul pertanyaan, apakah para santri menikmatinya? 

 

Jawabannya: Tentu saja santri menikmatinya, karena memang itulah sikap yang harus diambil, sebab kalau tidak demikian, malah menjadi orang yang sedih sendirian, sementara yang lain bahagia, yang lain cepat beradaptasi. Maka untuk itu, apapun yang ada di pesantren prinsipnya adalah jalani, nikmati dan jangan dipikirkan. Maka semuanya akan berlalu dengan baik, begitu biasa ritmenya.

 

Nilai plusnya ketika liburan di pondok, jadi pernah merasakan sedikit kelonggaran dalam disiplin, karena sejatinya disiplin itu bukan lagi momok tapi itu adalah bagian dari lalapan dalam sayur-mayur makanan sehari-hari santri. Tidak bisa dihilangkan disiplin shalat berjama’ah, tidak bisa dihilangkan do’a bersama sebelum tidur, tidak bisa dihilangkan jam-jam waktu makan yang telah ditentukan, semuanya meski ditelan, dinikmati dan dihabiskan, sebab itulah sebaik-baiknya ajaran hidup kemandirian ala pondok pesantren. Mesti cepat beradaptasi jika ingin tetap hidup bergerak menggerakkan.

 

Selain dari disiplin yang tetap terjaga, ada juga dilapisi dengan kegiatan lain yang cukup menarik bagi santri selama liburan di pondok, ialah olah raga pagi, istirahat siang, olah raga sore, dan hiburan nobar malamnya. Sungguh aktivitasnya sangat menghibur dan menyehatkan tubuh santri.

 

 

Pagi Olah Raga 

Di hari biasa aktif kegiatan, hanya hari Jum’at santri biasa olah raga dari pagi, selain hari itu tidak bisa. Namun dengan tujuan kesehatan dan kebugaran tubuh, karena kebetulan juga pandemi sedang menyerang dunia, maka kebugaran santri adalah puncak tonggak mencegahnya, harapannya dengan imun tubuh yang kuat, santri dijauhkan dari paparan virus yang sedang menyerang dan alhamdulillahnya semua aktivitas diatur sesehat mungkin, dari mulai aktivitas rajin cuci tangan, selalu berjemur setiap pagi, bahkan tidak hanya berjemur tapi keringatan setiap pagi, hingga semua santri yang sebelumnya ada yang tidak terlalu suka dengan olah raga, pada akhirnya menjadi cinta dengan olah raga, lalu aktiflah dia olah raga jadi punya hobi baru.

 

Tidur Siang 

Rileks adalah kata yang paling cocok untuk tidur siang, bisa dibilang ini adalah aktivitas yang sangat jarang sekali terjadi, kalau untuk ‘qoilulah’, itu bisa terjadi kapan saja. Tapi kalau peruntukan tidur siang khusus, ini adalah peristiwa Ajaib yang jarang terjadi, biasa diperbolehkan kalau malamnya ada kumpul penting, atau ceramah wajib, maka tidur siang diharuskan, bertujuan agar malam dapat kumpul dengan fit.

 

Sore olah Raga Kembali

Atas dasar kebugaranlah olah raga sore juga masih dilakukan. Kalau pagi olah raga agar dapat matahari, olah raga sore ini agar bugar kembali. Banyak makanan dan vitamin yang dikonsumsi dengan olah raga rutin pagi dan sore seperti ini, sangat hampir bisa dipastikan santri akan sehat secara fisik, pikiran. Hanya mungkin rasa kangen orang tua dan rumah saja yang masih perlu diobati.

 

Malam nobar

Kesenangan, nobar (nonton bareng) adalah aktivitas yang nyaris jarang terjadi, biasa terjadi itu bagi santri kelas 6, disebut santri mukimin, yang aktivitas liburannya di pondok. Dan itupun selalu di atur jam buka televisinya, maka untuk menonton bareng ini adalah kegiatan positif yang sangat digemari mayoritas santri. 

 

Inilah 4 aktivitas unik selama merasakan masa liburan di pesantren, masa-masa pandemi menyerang dunia, aktivitas harian santri berubah, beberapa kebijakan diperbaharui, dan beberapa lagi diantaranya ada yang dinaikkan bobotnya ada yang dikurangi. Pada intinya liburan di pesantren penuh dengan rasa prihatin yang berujung kesenangan dan kegembiraan. 

 

Sunday, July 23, 2023

Pengalaman Nyantri Berkesan: Saat Santri Ingin Jadi Wartawan di Pesantren

 Saat Santri Ingin Jadi Wartawan di Pesantren

Menjadi salah satu santri yang terpilih dalam dunia jurnalistik adalah hal yang mahal pada masa kami menjadi santri dulu. Dari mulai seleksi yang sangat ketat, sampai pada seleksi perseorangan dengan diinterview satu persatu oleh penguji. Ketika mendaftar deg-degan, waktu mengisi form pendaftaran juga was-was, memenuhi persyaratannya ketar-ketir, sampai akhir menuggu pengumuman ketakutan tidak lulus bukan main. Genap rasanya overthinking memenuhi kepala ketika itu. Dan pada akhirnya betapa bangganya bisa terpilih dalam organisasi ini, serasa benar-benar orang pilihan yang terpilih.

 

Masing-masing kami yang jadi jurnalis muda pada saat itu, pasti memiliki ceritanya masing-masing, pengalamannya pasti juga berbeda-beda, dan yakin juga jauh diplosok negeri sana, mereka juga tetap ingat kejadian ini, bahkan mungkin juga menuliskannya dalam platform yang berbeda. 

 

Lain dengan kisah teman-temanku, lain juga dengan kisahku, untuk ini coba kuurutkan menjadi tiga poin penting, moment saat mendaftar, saat mengikuti ujian dan terakhir saat menunggu pengumuman. 

 

Tidak udah lebih panjang lagi dipenjelasan awal, mari kita masuk fase per fase langsung:


  • Pertama, mendaftarkan diri dengan mengambil form pendafaran dari panitia.

 

Mengenang masa itu, ketika selebaran ditempelkan di papan madding, bertuliskan: “Membuka pendaftaran bagi calon tim RDP (Raudhah Pos) baru, segera daftar diri Anda sebelum kuota penuh.”

 

Bukan main senangnya membaca informasi ini tertempel, siang setelah membaca pengumuman tersebut, langsung bergegas ke kantor panitia siang itu juga. Form pendaftaran pun ku baca perlahan sambil berjalan menuju dapur untuk makan siang, di dapur kubaca form berulang-ulang, shalat ashar dibawa ke masjid, waktu mandi masih dipikirkan, dan maghrib masih dibawa juga selembaran tadi ke masjid, sambil tukar pikiran dengan teman-teman lainnya. Sehingga mantaplah hati untuk mendaftarkan diri, menjadi kru RDP. Tetap setelah shalat isya form pendaftaranpun kukumpulkan ke meja panitia. Dan menunggu intruksi selanjutnya.

 

Tepat diakhir masa pendaftaran ditutup. Melalui bagian informasi, diumumkan sebuah pengumuman dari toa, bahwa seluruh santri yang mendaftar menjadi wartawan pesantren harap datang malam ini di masjid dengan memakai pakaian rapi, sambil membawa alat tulis, karena akan diadakan tes ujian masuk wartawan pesantren, familiar disebut kru RDP.

 

  • Kedua, ujian masuk ekskull yang sangat unik tak terpikirkan.

 

Kumpulnya tidak lama, singkat, padat, cepat. 

 

Untuk sebuah ekstrakulikuler, ini kali pertamanya kami mengikuti ujian. Pada tes ini seluruh peserta terdaftar dikumpulkan di masjid guna mendapatkan penjelasan seputar prosesi penerimaan tim RDP baru. Ini masih biasa namun ada yang tidak biasa ketika seorang ‘musyrif’ (pembimbing) membuka acara seleksi dengan salam, lalu kemudian bertanya:

 

“Apakah ada yang ingin mengundurkan diri? Sebelum masuk pada masa penyelksian, Jika ada yang tidak siap dengan kehidupan ala wartawan, silahkan kembali ke rayon sekarang!”

 

Sebuah 'muqoddimah' yang tak terpikirkan sebelumnya.

 

Sekilas kulihat sekelilingku, ternyata semua peserta masih bertahan di tempat duduknya masing-masing, akupun tak bermaksud bergerak lagi. Kuat dengan posisi, ingin tetap mengikuti awal seleksi sampai batas pengumuman. Dalam hati berharap besar, semoga bisa lulus.

 

Sampai tibalah waktu pembagian selembar kertas seleksi yang diberikan panitia kepada kami, berisi serentetan tugas, dan menariknya pada note merah di bawah kertas. Diharap menyelesaikannya dalam waktu 2x24 jam sejak saat kertas ini dibagikan.

 

Tanpa dibuka pintu untuk bertanya, beliau lalu salam dan pergi, berlalu begitu saja, membiarkan kami terpaku di tempat duduk kami, membiarkan kami berinisiatif untuk mengerjakan tugas dengan pola kemampuan nalar masing-masing. Sungguh menantang ujarku dalam hati.

 

Sambil duduk bersila lekat-lekat ku membaca ulang apa saja berkas persyaratan yang mesti disiapkan dalam waktu 2 hari ke depan ini. Isi soalnya:

 

a) Buatlah esai bebas yang menarik standar seperti “chicken soup”

b) Tulislah minimal 1 berita seputar pesantren mengikut kaedah 5 W 1 H.

c) Lakukan interview dan buat laporan hasilnya:

        1. Interview kepada seorang santri dengan tema bebas

        2. Interview kepada seorang guru dengan tema bebas.

 

Hanya tiga soalnya, hanya tiga tugas yang satu beranak satu jadi seperti empat tugas. Mulailah otak berfikir keras untuk bisa menyelesaikan tugas ini sebagai liputan pertama, terbayang tantangan pertamanya semua liputan interview, berita seputar pesantren dan esainya harus ditulis tangan di atas kertas folio. Terbayang akan berlipat-lipat gandalah kerjaan jika ditunda, maka tidak boleh ada penundaan.

 

Malam itu kondisi kamipun sudah banyak yang mulai bervariasi, ada yang memilih untuk mengundurkan diri, ada yang memilih untuk mendo’akan yang lanjut ada juga yang mencoba sebisanya, kalau tidak bisa tidak apa, dan ada juga yang bertaruh harga mati, harus bisa lulus, harus bisa masuk, harus bisa menjadi wartawan pesantren, masing-masing memiliki aninonya sendiri-sendiri.

 

Berpacu dengan waktu malam sebelum tidur terpikirkanlah ide-ide segar untuk merampungkan semua tugas, menjadi sebuah laporan yang menarik. 

 

Untuk esai rencana tulisannya tentang: “1 Muharram sebagai Awal Kalender Hijriah dan Sekaligus Momentum Ulang Tahun Pondok.” 

 

Untuk berita pesantrennya: “Memberitakan Kemeriahan Peringatan Apel Tahunan Pesantren”. 

 

Terakhir interview: Pertama ditujukan pada santri yang berprestasi mendapatkan beasiswa. Apa rahasianya, kok bisa dapat beasiswa, bisa berbagi tips cara belajar dan menghafalkan pelajaran, waktu-waktu enak menghafal, dan banyak persolan yang berkembang setelahnya.

 

Kedua kepada guru, tema tentang berbagi pengalaman hidup guru yang awalnya adalah seorang santri kemudian, diterima di Gontor, lalu menjadi guru di Gontor, lalu pulang ke Pesantren menjadi guru juga yang sangat berkharisma. Tips menjadi guru yang diidolakan, agar supaya tampil menarik dan juga percaya diri, dan berbagai persoalan lainnya.

 

Malam itu kebetulan mata sulit dipejamkan, pikiran masih terus berputar, maka malam itu juga semua yang terpikirkan langsung dicoretkan, di atas beberapa lembar kertas akhirnya segala bentuk ulasan, pertanyaan, peta konsep seluruhnya tertuang di sana. Sehingga keesokan harinya tinggal bertanya dan mencari narasumber saja, sambil berdo’a semoga narasumber yang ditargetkan bisa dijumpai seluruhnya. “Alhamdulillah akhirnya sebelum mata mengantuk oret-oretan besokpun sudah selesai.” Puasku menghela nafas.

 

**

  • Hari Pertama,


Pagi mulai bergegas masuk kelas lebih pagi, agar ada jeda waktu untuk membaca dan menulis esai, dilanjutkan tambahan referensi dengan mengunjungi perpustakaan pada istirahat pertama dan kedua, dan disela-sela itu, masih terus memperbaiki tulisan, hingga jam 2 siang selesailah tugas esai. 

 

Mulai habis ashar pergi interview guru yang mudah-mudahan saja ada di kamarnya, karena sistem asrama maka di pesantren guru bisa ditemui kapan saja, dimana saja, selama bukan jam istirahat maka sangat mungkin bisa dijumpai, terutama guru muda.

 

Dan sekali lagi “pucuk dicinta ulam pun tiba” mulai habis ashar hingga menjelang magrib prosesi interview berjalan lancar, sambil mencatat semua poin penting dengan tangan, tanpa ada recorder, tanpa ada alat pembantu kecuali, hanya pulpen, dan ingatan otak yang terus berkejaran dengan jari yang terus menulis di atas kertas acak-acakan. Memburu informasi dari narasumber yang dengan lugas dan cepatnya menceritakan tentang pertanyaan yang diajukan.

 

Mulai magrib hingga waktu tidur disibukkanlah diri ini, dengan tugas menyalin ulang hasil interview tadi sore dengan laporan hasil wawancara yang lebih tertib, rapi poin perpoin, pertanyaan dan jawaban, pertanyaan dan jawaban. Singkat cerita sebelum tidur malam itu tugas yang kedua selesai.

 

**

  • Hari Kedua,

Keesokan harinya mulailah membuat berita dan kemudian menginterview teman berprestasi, meguak bagaimana dia bisa mendapatkan beasiswa berkali-kali, makan apa dia, baca buku apa dia, vitamin apa yang diberikan orang tuanya, semua kupertanyakan, karena memang dia teman sendiri, jadi agak lebih amatiran bertanya nya. 

 

Dengan berakhirnya interview ini sebelum dhuhur, maka sangat lapanglah waktunya hari kedua ini untuk menyelesaikan tugas.  Menjelang ashar, seluruh tugaspun tuntas dikerjakan.

 

Saat pukul 6 menandakan waktu berangkat ke masjid, kali itu aku sudah di masjid 15 menit lebih awal. Mulailah membaca ulang seluruh tugas, seluruh laporan, seluruh tulisanku, takut-takut kalau ada tugas yang terlewat sehingga dapat menjadikan kurang nilai atau bahkan tidak lulus.

 

Menunggu malampun rasanya dengan penuh do’a. seusai shalat isya’ akupun bergegas mengantarkan tugasku di kantor RDP dan sambil terus berdo’a. 

 

  • Ketiga, pengumuman kelulusan keesokan malamnya.


Tidak lama menunggu saat pengumuman hanya berselang satu hari dari masa kami mengumpulkan tugas, malam ini kami kumpulkan, besok malam kami semua sudah berkumpul kembali di masjid dengan seragam rapi, sambil duduk rapi, kami dipanggil satu persatu untuk mengambil amplop yang masing-masing bertuliskan namanya, tidak boleh dibuka sampai aba-aba dimulai membuka baru boleh dibuka.

 

Sambil jantung yang terus deg-degan, ‘musyrif’ (pembimbing) RDP pun sedikit menjelaskan:

“Dalam kertas itu ada 2 keterangan tulisan. Diterima atau ditolak. Jika diterima, maka kamu adalah tim RDP yang baru mulai malam ini. Namun jika di kertas itu tulisannya kamu ditolak, maka dengan terpaksa kami sampaikan, kamu belum berkesempatan menjadi kru RDP. Dan silahkan meninggalkan tempat ini dengan segala kebesaran hati dan sikap sportif.”

 

Singkat, padat, cepat, lugas, ciri khas beliau, sungguh sangat menyeramkan. 

 

Nah, sekarang, silahkan dibuka:

 

Kurang lebih beginilah tulisan inti penerimaannya:

 

.

.

.
Ananda 

Atas Nama: Irwan Haryono S

Kelas: 4 B

Dinyatakan: LULUS

 

Selamat Bergabung sebagai kru Raudhah Pos (RDP).

Apapun yang terjadi “the show must go on”

.

.

.

 

Kurang lebih, begitulah ini kalimat di dalam surat tersebut yang masih aku ingat.

 

Alhamdulillah bukan kepalang senangnya diterima menjadi anggota inti santri yang berprofesi sebagai wartawan pesantren. Setelahnya banyak aktivitasku selama di dalam organisasi kecil ini. Mungkin akan kuceritakan dalam catatan berikut. Jika teman-teman pembaca tertarik untuk membacanya.

 

Terima kasih sudah membaca hingga sejauh ini. 

 

Sunday, July 16, 2023

Pengalaman Nyantri Unik: Cara “Sahirul Lail” Santri

Cara “Sahirul Lail” Santri


Selalu ada cerita seru selama menjadi santri. Dari mulai menjadi ‘al-a’adok’ (anggota) sampai menjadi ‘mudabbir’ (pengurus), walau aktivitas tak jauh berbeda, namun secara umum rutinitas tetap sama, dalam hal menerima dan menyambut keadaan serta cara menyikapinya yang unik yang tampak berbeda.

 

Biasanya santri selalu memahami bahwa shalat malam, puasa sunnah dan shalat dhuha adalah upaya menjaga identitas kesantrian. Dengan demikian dari sisi ‘tholib’nya dapat terjaga. Rutinitas hidupnya biasanya dimulai dari bangun tidur, lalu bergegas mengganti pakaian guna shalat subuh berjama’ah, mandi pagi, lalu pergi ke kelas untuk bersekolah seperti normalnya santri pada jenjang pendidikannya, memasuki sore barulah aktivitas bebas, ada berolah raga, ada yang mencuci, ada yang belanja ke toko pelajar, ada juga yang belanja di warung pelajar, dan banyak aktivitas santai sore lainnya. Malamnya kembali lagi belajar bersama teman-teman, diselingi belajar dengan wali kelas 3 malam dalam seminggu.

 

Nah selain aktivitas itu ada satu aktivitas yang disebut “Sahirul Lail” satu tradisi unik yang tidak asing di kalangan santri, bahkan nyaris selalu viral setiap kali mendekati ujian/ulangan, bahkan di masa ujian itu sendiri, yaitu: “Sahirul Lail” (Menjaga malam/begadang/lembur). Tapi biasa diartikan secara bebas oleh santri sebagai aktivitas memperpendek malam dengan terbangun untuk melakukan shalat malam, munajat malam dan belajar berbagai pelajaran yang akan diujikan.

 

 

Pertanyaannya apakah beneran belajar?

 

Jika ditanya begini varian jawabannya, sebab memang begitu adanya, tapi tetap saja ada hal positif yang terbangun dari aktivitas yang satu ini. Pertama, kedekatatan antar teman terbagun di sana. Kedua, keharmonisan antar konsulat terjalin di sana. Ketiga, adanya solidaritas antar penduduk asrama untuk saling sepakat membangunkan demi satu kata ‘belajar’.

 

Untuk itu, dalam kesempatan kali ini, pengalaman nyantri menghadirkan cerita unik, lucu dan menarik terkait tentang salah satu aktivitas santri yang biasa disebut “Sahirul lail”. Dalam hal ini, sedikitnya ada 4 macam pola santri menyikapi arti “Sahirul lail”.

 

 

  • Trip Pertama: Cara ‘Sahirul Lail’ Santri Dari Usai ‘Jaros’ (Lonceng/bell) Hingga Awal Pergantian Hari. 

 

 

Usai belajar malam dan do’a tepat pukul 22.00 wib, biasanya santri memperpanjang waktunya untuk belajar lagi,… Boleh turun dari asrama hingga pukul 23.00 wib dan jika ingin belajar malam lagi diperbolehkan tapi hanya boleh dilanjutkan di depan kamar, atau di teras asrama. Tidak boleh jauh-jauh dari asrama.

 

Jam-jam ini lumayan banyak peminatnya, biasanya diminati bagi mereka yang sangat susah dibangunkan selain menjelang subuh. Pikiran santri yang ini selalu menimbang rasa, dari pada tidak terbangun sama sekali dan tidak belajar, lebih baik, dikurangi tidurnya tapi ada waktu untuk belajar sendiri lebih fokus dan lebih serius lagi.

 

Karena dari pagi, siang, sore dan malam telah diisi untuk belajar dan berkegiatan lainnya, maka biasanya kekuatan santri untuk belajar malam ini, hanya sampai pukul 23.59 wib, dan setelahnya memilih untuk istirahat dan menyambungnya besok pagi usai bangun subuh. 

 

Dua jam yang cukup untuk menghabiskan bekal yang telah dibelinya, sebelum lonceng tidur berbunyi, susu sasetan sudah habis, ‘toam miah-miah’ (makanan receh, makanan yang dibeli seribuan) juga telah habis dinikmati, udah menjadi pertanda waktu untuk istirahat tiba.

 

Dan biasanya yang mau tidur jam 12 malam ini sudah mendapat pesanan dari temannya yang lain untuk membangunkannya agar bergantian sip belajar malam.

 


  • Trip Kedua: Cara ‘Sahirul Lail’ Santri Dari Pukul 00.00 hingga 02.00 wib.

 

Tipe pembelajar kedua dia belajar mulai jam 12 malam ke atas biasanya sampai jam 2 malam, bisa lebih lama dan bisa lebih cepat, karena biasanya waktu ini adalah waktu paling berat, sebab baru saja mata tertutup, baru beristirahat dua jam langsung bangun kembali. Untuk yang waktu ini tidak terlalu banyak peminatnya tapi selalu ada. 

 

Namun jika mencari suansana hening untuk benar-benar fokus belajar, waktu ini adalah waktu yang paling mahal, sebab tidak semuanya terbangun di jam ini, selain santri petugas jaga pesantren di malam hari. Selain mereka, seluruhnya tidur, maka di saat itulah waktu berharga untuk santri yang tipe belajarnya harus hening sendiri dan fokus.

 

Dan biasanya, santri yang belajar di trip kedua ini sudah dititipi pesan untuk membangunkan temannya yang akan belajar setelahnya yaitu belajar di trip ke tiga. 

 



  • Trip Ketiga: Cara ‘Sahirul Lail’ Santri Dari Pukul 02.00wib /03.00 wib hingga 05.00 wib.

 

Tipe ketiga ini belajar dari mulai jam 2 malam hingga subuh menjelang biasanya mereka akan tetap terjaga, sebelumnya akan shalat tahajjud terlebih dahulu, kemudian mengambil air panas, dan menghangatkan tubuh dengan segelas teh hangat, kopi, susu dan cemilan ringan yang telah dibelinya sebelum bel tidur dibunyikan keamanan.

 

Biasanya bagun di trip ke tiga ini, adalah waktu yang sangat mahal dan sangat diminati mayoritas santri, tapi lebih memilih untuk dibangunkan jam 3 pagi, karena dengan begitu mereka telah tidur selama 5 jam, sudah sangat cukup sekali untuk mengembalikan rasa fit tubuh untuk belajar kembali.

 

Pengalaman nyantri unik cara "Sahirul Lail" ini, adalah fenomena yang sifatnya musiman, tidak terjadi setiap saat, meskipun satu dua ada yang istiqomah menjalankan mode ini tapi tidak seluruhnya.

 

Fenomena Sahirul lail ini sering dipraktekkan pada musim-musim ulangan, dan moment ketika ujian berlangsung. Dua musim yang menyita perhatian santri untuk tetap menjaga sisi keulamaan dan sisi tholibnya dengan ibadah, ketaatan dan keseriusan menghafal 

 



  • Trip Keempat: Cara ‘Sahirul Lail’ Santri Semalaman Suntuk Tidak Tidur Hingga Subuh.

 

Nah kalau yang ini, tidak seluruh santri mampu, hanya satu dua yang berhasil mempraktekkan ini untuk belajar dan berhasil. Namun biasanya hal ini terjadi jika ada kepanitiaan yang mengharuskan mengejar waktu pengerjaan dan ketuntasan pekerjaan sesegera mungkin seperti menjaga hewan Qurban di setiap malam menjelang hari raya Idhul Adha. Mempersiapkan panggung drama arena, memfinising panggung gembira dan lain sebagainya.

 

Kembali lagi ke topik belajar, ada yang mencoba belajar dengan metode ini, setelah lonceng tidur malam, mulai saat itulah dia belajar serius sekitar jam 10 malam hingga subuh menjelang, lah pertanyaannya kapan dia tidur? Jawabnya kapan yang lain terbangun, pada saat itulah dia tertidur. Apakah cara ini efektif? Menurut Kesehatan tidak, tapi menurut kenyamanan belajar, itu dikembalikan pada masing-masing individu. Namun untuk menyembunyikan keseriusan belajar santri agar terkesan tidak pernah belajar tapi selalu paham akan pelajaran ketika di tanya, cukup sangat efektif.

 

Pada akhirnya Cara "Sahirul Lail" Santri adalah cara unik yang dipraktekkan santri agar tetap bisa berfokus pada penjagaan mutu pemahaman ilmu agar terjaga sisi keulamaan dan sisi keintelektualannya. Agar kelak dengan pengalaman dan ilmunya ia dapat menjadi pemersatu umat.

 

 

Wallahu’alam.

 

Dalam Feed

Dalam Artikel Baru

Display


*PENGALAMAN NYANTRI: Menikmati Setiap Detik Proses Kelak Menjadi Pengalaman Beresensi