Iklan Multipleks Baru

Friday, July 7, 2023

Pengalaman Nyantri Berkesan: Calon Santri Masih 'Chubby' Begitu Alumni Berkumis

Calon Santri Masih 'Chubby' Begitu Alumni Berkumis 

Pengalaman Nyantri Berkesan: Calon Santri Masih 'Chubby' Begitu Alumni Berkumis

Ada lagu familiar yang selalu dinyanyikan oleh santri setiap kali acara-acara besar, berikut cuplikannya: 

 

 

Hymne Oh Pondokku


Oh pondok,… 

Tempat Naung Kita

Dari Kecil sehingga Dewasa…

Rasa Batin damai dan Sentosa 

Dliindungi Allah Ta’ala…

 

3 bait pertama itulah yang saat ini kita bahas. Santri masuk pesantren diusianya yang masih sangat terbilang belia, hingga tanpa terasa keluar setelah tumbuh dewasa. Santri awal jadi calon santri masih ‘chubby’  begitu alumni sudah berkumis. banyak yang tidak sadar tiba-tiba sudah remaja saja. 

 

Terbayang di awal masuk calon santri baru, sosok anak ingusan tamatan sekolah dasar berhijrah mondok di pesantren, sementara teman-temannya yang lain masih saja bersenda gurau di rumah dengan keluarga, malamnya masih makan bersama, tidur juga ada yang masih dikeloni orang tua, namun santri harus meninggalkan itu semua. Yakinnya dalam hati, begitu masuk di pondok, berarti telah siap dididik untuk menjadi pribadi yang mandiri, siap jauh dari orang tua, dan siap menata hidup sendiri, mandiri seketika tanpa keluarga.

 

Jadi teringat pesan Kyai Hasan kepada orang tua: “Lebih baik kamu menangis sekarang menahan rindu pada anakmu, dari pada kamu menangis nanti, saat anakmu tidak tahu ilmu agama, tidak bisa membela orang tua, tidak tahu fardlu kifayah dan tidak tahu hak serta kewajiban dirinya pada keluarganya.” Sebuah intisari pesan yang sangat melekat di sanubari.

 

Teringat juga pesan dari ayah di kampung: “Kita mempersiapkan generasi yang akan berjuang di masanya, bisa jadi berbeda dengan masa kita dulu, bisa jadi sangat lebih aneh dari masa kita sekarang; nah untuk masa itulah kita mempersiapkan generasi berikutnya, dan itu tidak mudah, bisa dikatakan sulit, tapi tidak ada pilihan lain selain menghadapinya, untuk itu persiapkanlah dengan sebaik-baiknya.”

 

Santri pertama kali menginjakkan kaki di pesantren, pertama kali datang terlihat lucu, dengan tingkah polanya, dengan cuitan-cuitannya, dengan prilakunya, sampai dengan atribut-atribut yang dipakai dan digunakannya, semuanya masih beraroma khas anak rumahan, dan mencoba menjadi santri, jadi terlihat lucu penampakannya.

 

Sedikit gambaran keadaan santri kelas 1 di awal masuk mondok di pesantren, masih memakai sandal swallow ber nomer 7, berat tubuh masih 40 kg, ukuran baju memakai standar satu SMA ‘kedodoran’ (kebesaran), jam tangan masih jam tangan besar kepalanya ala-ala power ranger, sarung bantal dan sarung tilam masih bergambar kapten amerika & spiderman, dibeli sesuai permintaan si anak; peci hitamnya ditandai dengan namanya yang tertulis besar memakai stipo putih; kerah baju juga masih bertuliskan marga dari keluarganya; celana masih berbiku dan berkaret belakang, terlihat sangat lugu; ditambah ikat pinggangnya masih yang ada karetnya; kaos kaki yang panjang hingga menutupi betis hampir mencapai dengkulnya, memakai tas yang lebih besar dari ukuran tubuhnya, sajadah lebih besar dan lebih tebal dari pada bidang bahunya,… Lengkap sangat lucu sekali. Beginilah kira-kira ‘outfit’ santri baru dulu di awal masuk. Sangat lugu bukan?

 

Lambat laun seiring berjalannya waktu santri lugupun mulai bertumbuh, menjadi sosok yang lebih besar dari segi fisik, menjadi lebih dewasa dari sisi pemikiran, dan menjadi lebih tegar dari segi mental, menjadi lebih bijak dalam bersikap. 


Setiap kali ada permasalahan, seorang santri telah berani pasang badan untuk mengakui kesalahan, dan menyatakan memang ia bersalah, serta siap untuk dievaluasi dan memperbaikinya di kemudian hari. 

 

Pertumbuhan santri dari tahun ke tahun sangat progresif. Tahun pertama ke tahun kedua, tahun kedua ke tahun ketiga, tahun keempat, tahun kelima hingga akhirnya sampai di puncak tombak pendidikan di pesantren menjadi santri akhir kMI di kelas 6 di tahun keenam. Pada saat itulah penampakan ‘outfit’ nya sudah sangat berbeda dari awal dia masuk kemarin. 

 

Sudah mulai mengenal nama merek dari segala produk; sudah mengerti merek minyak rambut apa yang cocok untuk digunakan, parfumnya juga sudah tahu aroma apa yang susai dengannya, yang pastinya juga ramah lingkungan, tidak merusak indra penciuman. Perlahan aktifitasnyapun sejalan dengan passion yang dimilikinya. Secara umur dan mental kedewasaan telah cukup matang untuk ditetaskan menjadi alumni pesantren.

 

“Harapannya kelak dari mereka ada yang meneruskan estafet keguruan, menjadi gurunya para santri. Menjadi kyai-kyai di pondok-pondok di pelosok bumi Indonesia ini. Sebab estafet perjuangan tidak boleh terhenti, mata rantai pengkaderan tidak boleh terputus, karena pesantren ini hidup untuk selamanya, umurnya tidak sepanjang umur manusia. Manusia boleh hidup dan boleh mati, tapi pondok harus tetap hidup. Hidupnya pondok mesti abadi, kapan berakhir? Jika telah berakhir juga masa umur dunia dan alam semesta”. 

[*Cuplikan Pesan, kata dan harapan KH. Dr. Rasyidin Bina, MA.]

 

 

Begitulah kira-kira ulasan tentang soal mengapa santri masuk pesantren chubby keluar sudah berkumis. Semoga bisa terhibur. Terima kasih para pembaca sudah mau membaca hingga sejauh ini.


 

Salam sukses buat seluruh santri di dunia.


“We proud of you" and "See you on the top”

0 comments :

Post a Comment

Terima kasih telah mengunjungi dan berkomentar bijak di situs ini.

Dalam Feed

Dalam Artikel Baru

Display


*PENGALAMAN NYANTRI: Menikmati Setiap Detik Proses Kelak Menjadi Pengalaman Beresensi