Iklan Multipleks Baru

Thursday, July 6, 2023

Pengalaman Nyantri Berarti: Sekali Santri Sampai Kapanpun Akan Menjadi Santri.

Sekali Santri Sampai Kapanpun Akan Menjadi Santri.

Santri adalah sebutan bagi semua yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren walaupun kilat. Sebutan ini melekat sepanjang hayat seumur hidup. Hebatnya lagi sebutan ini masih tetap relevan hingga saat ini. Sedikit contohnya: Pernah mengikuti acara pesantren kilat disebut Santri kilat; sedang mondok di pesantren dipanggil santri; tamatan pondok pesantren disebut santri alumni; masuk di perguruan tinggi dipanggil mahasantri; setelah berumah tangga, dewasa disebut santri senior; ketika menjadi tokoh disebut santri junjungan; punya pondok dan jadi kyai dipanggil kyai santri; kelak berkeluarga punya anak dimasukkannya ke pesantren disebut wali santri. Pada intinya sebutan santri ini sudah seperti gelar, kadang dipakai di awal panggilan nama kadang diakhir panggilan nama, terkadang kata santri itu sendiri yang langsung menjadi panggilan, bukan nama asli.

 

Ada ungkapan menarik dari lisannya santri itu sendiri, pokoknya sekali saja meminum air di pondok, maka sekali itu berkah santri ada dalam diri disadari atau tanpa disadari. Akan selalu ada panggilan untuk kembali, ada satu kerinduan yang sangat menggebu untuk bercengkrama kembali, walau untuk sekedar berkunjung melepas rindu. 

 

Samar-samar ingatan mengingat ungkapan. Satu pesan yang selalu diulang-ulang. “Di jidatmu ada tulisan pondok.” (gubahan dari kata biasanya). Memaknai kata tersebut lebih dalam berarti: Sampai akhir hayat akan disebut santri, karena sudah menyatu antara jiwanya dengan jiwa pondok, antara raganya dengan motto pondok. Dijiwamu adalah santri.


 

Apa saja yang mendasari jiwa santri menjadi seperti ini, sedikitnya ada 6 (enam) jiwa yang memplopori hal ini di antaranya:

 

Pertama: Aktivitas Keseharian yang Sangat Dinamis, dan Progresif

Tidak ada satu kegiatan santripun, kecuali dengannya santri mendapatkan ilmu, pendidikan, dan pengalaman. Di mana tiga hal tersebut jika benar dijalani dengan baik dengan sepenuh hati, jiwa dinamis, progresif, tekun, ulet, itu akan terinstall sendirinya. Cukup dengan berani mengikuti rutinitas saja, dan bertangungjawab terhadap keputusan dan kesalahan. Sudah cukup menjadikan jiwanya lebih baik.

 

Kedua: Pendidikan Mental Tahan Banting Sedari Awal

Seperti halnya berlian yang biasa terlihat bersinar, di belakang itu proses penggodokan batu yang sebenarnya terjadi. Kemudian diolah dengan rasa sakit kerang yang parah, hingga akhirnya mampu menjadikannya mutiara. Maka begitu juga dengan mental santri, dibentuk lewat estafet jalan panjang untuk menjadikannya seorang yang luar biasa istiqomah, menjadikannya orang yang berkomitmen, menjadikannya sosok yang bertanggungjawab.

Hal ini tidak akan pernah terjadi satu malam, semuanya butuh proses, maka mental santri itu bukan dididik satu atau dua malam, tapi didikan tahunan di usianya yang sangat fresh untuk terus maju, bertumbuh dan berkembang.

 

Ketiga: Keikhlasan Orang Tua Memasukkannya Ke Pondok

Masuk ke pondok itu mesti totalitas, tidak boleh setengah-setengah, sebab sikap setengah-setengah itu nyaris sering membuat santri oleng dan tumbang di pinggir jalan. Karam sebelum berlayar, surut sebelum berjuang. Untuk itu, siapapun yang ingin masuk ke pondok sedari awal harus totalitas, nggak itu orang tuanya, anaknya, neneknya, kakeknya, serta teman-teman sepermainannya di rumahnya juga harus ikhlas. Dengan demikian akan penuh hatinya, akan sempurna niatnya, di mana jika tulus, ikhlas niatnya meninggalkan apapun demi Allah, maka pasti akan digantikan Allah dengan sesuatu yang lainnya yan jauh lebih baik lagi.

 

Keempat: Keikhlasan Guru-Gurunya Mengajarkan Ilmu Pada Santrinya

Jika guru telah ikhlas mengajar, apa lagi penghalang antara cahaya ilmu dengan pikiran santri, selain dari pada percepatan-percepatan pembelajaran saja. Cahaya ilmu diletakkan di wadah hati santri yang jernih menjadikan ilmunya semakin bertambah dan dirihoi Ilahi. Insya Allah.

 

Keenam: Pondok Adalah Lahan Ibadah Kepada Sang Pencipta.

Semua yang dikerjakan santri selama di pondok adalah belajar. Jika itu penuh dengan rasa keikhlasan, ketulusan, dan kesyukuran. Maka apalagi yang diragukan dalam diri santri untuk mempelajari ilmu-ilmu dari kuasa Allah yang tak terhingga ini. 

 

Jika saat ini santri, maka beribadahlah mengharap ridho dan bantuan Allah lewat jalan kesantrian, lewat kesungguhannya belajar, lebih komitmennya menyelesaikan apa yang sudah dimulai, lewat hafalan demi hafalan pelajarannya, hingga ngajinya yang terus menerus, adalah bagian dari ‘ghoyah’ (tujuan akhir) dari perjuangan santri semua.

 

Penutup dari tulisan ini, izinkan kami menyimpulkan bahwa hal yang paling penting dan selalu diutamakan di pondok adalah pendidikan, sebuah ‘goal’ yang telah dipatrikan mendalam pada santrinya, telah dikaji hulu ke hilir, hilir ke hulu, menjadi satu corak bagi warna santri itu sendiri. Sehingga terkenangnya sampai ke relung hati. 

 

Dalam hal ini KH. Raden Zainuddin Fananie pernah berujar: “Pendidikan adalah tiang bagi kemajuan, bahkan dapat dikatakan sebagai asas dan basis dari segala seluruh aktivitas kehidupan.” 

 

Kalau begitu tidak salah kita memilih pendidikan di pesantren untuk kehidupan lebih maju di masa akan datang. Wallau a‘alam. 

 





0 comments :

Post a Comment

Terima kasih telah mengunjungi dan berkomentar bijak di situs ini.

Dalam Feed

Dalam Artikel Baru

Display


*PENGALAMAN NYANTRI: Menikmati Setiap Detik Proses Kelak Menjadi Pengalaman Beresensi