Iklan Multipleks Baru

Saturday, February 19, 2022

Tegaklah Mempertahankan Pendirianmu

**

“Kehidupan adalah pergantian di antara musim panas dan musim dingin. Lautan ialah pergantian di antara pasang naik dan pasang turun. Siang dengan malam terus bergilir. Hanya satu yang tetap tidak berubah yaitu Allah. Ke sanalah tujuan kita, lurus tidak pernah bengkok, walaupun jalan ke sana menurun dan mendaki, iman wajib dipelihara terus sehingga jiwa hidup terus.”
[Prof. Dr. Hamka]

**

 

Badan-Jasmani dijiwai oleh jiwa atau nyawa. Namun, jiwa itu sendiri wajib dijiwai lagi oleh nur yang dipancarkan Tuhan dari langit. Kalau nur tidak ada, hidup itu sendiri tidak ada artinya. Sebaliknya, kalau nur telah ada, mati pun pada hakikatnya adalah hidup. Oleh karena itu, Nabi mengajarkan tegasnya bahwa satu rangka dari ajaran Islam itu adalah Ibadah. Pertama kali diajarkan bahwa hidup itu adalah ibadah, langsung kepada Allah, bukan kepada benda dan bukan kepada alam.

 

Ketakukan dan kecemasan hanya timbul apabila tidak mengerti hakikat hidup dan hakikat mati. Orang yang penakut ialah yang masih menyangka bahwa kehidupan sejati itu ialah pada tubuh yang kasar ini. Kalau hanya pada tubuh yang kasar ini terkumpul arti kehdiupan, lalu lantaran itu takut menghadapi kematian, akan dapatkah mati itu dielakkan? Kalau orang tidak mati karena mempertahankan ‘sabilillah’ (jalan Allah), ia pasti mati juga, tetapi dalam keadaan yang hina. Misalnya hanya karena mempertahankan perut. Orang yang bersembunyi di bawah kolong tempat tidur karena takut dikejar musuh, ia akan mati ketakuan di bawah kolong tempat tidur itu.

 

Namun orang yang mengorbankan hidupnya demi mempertahankan keyakinannya kepada Tuhannya yang tunggal; matinya itu adalah mati syahid atas kebenaran pendiriannya. Karena kematian lantaran mempertahankan Aqidah. Pada hakikatnya walaupun jasad telah mati, akal pikiran (paham) yang diperjuangkan tidaklah mati karena kematian seseorang. Ajaran inilah yang diungkapkan oleh Ahmad Syauqi berupa syair.

 

قِفْ دُوْنَ رَأْيِكَ فِي الْحَيَاةِ مُجَاهِدًا، إِنَّ الحَيَاةَ عَقِيْدَةٌ وَجِهَادٌ (شوق بك)

“Tegaklah mempertahankan pendirianmu di dalam hidup ini dalam keadaan berjuang. Karena hidup ini adalah aqidah dan perjuangan.”

 

Di dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a disebutkan bahwa Radulullah pada suatu hari didatangi oleh seorang laki-laki, lalu orang itu bertanya kepada Nabi saw., yang artinya:

 

“‘Ya Rasulullah bagaimana pendapatmu jika datang seorang laki-laki bermaksud hendak mengambil hartaku?’  Nabi menjawab, ‘Jangan berikan hartamu!’ Orang itu bertanya lagi, ‘Bagaimana kalau ia hendak mengambil dengan kekerasan?’ Nabi menjawab, ‘Pertahankan!’ Orang itu bertanya lagi, ‘Bagaimana kalau Aku dibunuhnya?’ Nabi menjawab, ‘Engkau mati syahid.’ Orang itu bertanya lagi, ‘Bagaimaan kalau aku yang membunuh ia?’ Nabi menjawab, ‘Ia masuk neraka.’” (HR. Muslim dan Nasa’i)

 

Sesudah itu datang pula sabda Rasulullah saw. Yang lebih umum tentang hak-hak asasi manusia itu, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Zaid r.a.

 

مَنْ قَتَلَ دُوْنَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ وَمَنْ قَتَلَ دُوْنَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ وَ مَنْ قَتَلَ دُوْنَ دِيْنِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ وَ مَنْ قَتَلَ دُوْنَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ. (رواه أبو داود، والترمذي والنساء وابن ماجة. وقال ترمذي حديث حسن وصحيح) 

 

“Barangsiapa terbunuh karena mempertahankan harta bendanya maka matinya adalah mati syahid. Barangsiapa terbunuh karena mempertanakan darahnya maka matinya mati syahid. Dan barangsiapa terbunuh karena mempertahankan keluarganya maka matinyapun mati syahid.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’I, dan Ibnu Majah. Berkata at-Tirmizi bahwa hadist ini hasan dan shahih)

 

Dalam buku ini, kita akan menemukan bahwa deislamisasi dan indoktrinasi serta westernisasi bukanlah isu dan gerakan kekinian. Sejak zaman Buya Hamka. Pergulatan Islam dengan kelompok anti-Islam telah berlangsung, bahkan benih-benihnya telah ditanam sejak masa kolonial Belanda, masuk ke Nusantara dengan semangat gold, glory dan gospel-nya.

 

Lalu, sejak berakhirnya Perang Dingin antara Barat dengan komunisme, Islam ditentukan sebagai musuh utama Barat menggantikan komunisme. Clash of Civilization (perang, perdaban) antara Barat (Kristen) dan Timur (Islam) berdasarkan teori Samuel  Huntington menjadi kenyataan.

 

Islam sebagai satu-satunya peradaban yang pernah menguasai Barat dalam kurun waktu 700 tahun dianggap pula sebagai satu-satunya kekuatan yang perlu diwaspadai dan harus dihancurkan jika Barat ingin tetap menguasai dunia.

 

Buku yang ada di hadapan Anda ini merupakan kumpulan tulisan Buya Hamka yang pernah dimuat di majalah Islam Panji Masyarakat dalam rubrik Dari Hati ke Hati selama kurun waktu 14 tahun (1967-1981).

 

Dalam buku ini, Hamka meyoroti segala permasalahan yang berhubungan dengan agama, politik, dan sosial budaya, di dalamnya termasuk masalah toleransi dan kerukunan umat beragama di Indonesia pada kurun waktu tersebut. Agaknya ada beberapa istilah yang secara umum digunakan pada masa beliau hidup, juga beberapa penjelasan mengikuti zaman waktu itu, namun hal ini bukan menjadi hal yang serius terkait dengan nilai yang terkandung dalam buku ini.

 

Dengan membaca buku ini, umat Islam diajak untuk kembali menghidupkan ghirah keislamannya, mendalami Islam dengan sebenar-benarnya dan memperjuangkan Islam yang rahamtan lil ‘almin. Sampai akhir hayat, serta menyadari adanya tantangan besar terhadap Islam sepanjang masa.

 

Semoga Terinspirasi dan Selamat membaca J

 

**

Judul Buku      : Dari Hati Ke Hati

Penulis             : Prof. Dr. Hamka

Penerbit          : Gema Insani, Jakarta

Cetakan           : Kedua, Sya’ban 1437 H/Mei 2016 M

Tebal               : x + 256 hlm; 23 cm

ISBN                : 978-602-250-286-9

Genre              : Aqidah

Harga              : Rp.-

Resensator      : Irwan Haryono S., S.Fil.I

**

 

 

 

 

 

 

 

0 comments :

Post a Comment

Terima kasih telah mengunjungi dan berkomentar bijak di situs ini.

Dalam Feed

Dalam Artikel Baru

Display


*PENGALAMAN NYANTRI: Menikmati Setiap Detik Proses Kelak Menjadi Pengalaman Beresensi